Sejarah Perkembangan Badan Bahasa : Tak Kenal maka Tak Sayang

Sejarah Perkembangan Badan Bahasa : Tak Kenal maka Tak Sayang

paket-wisatabromo.com – Di antara kita tentu menghendaki adanya informasi mengenai sejarah perkembangan Badan Bahasa. Badan Bahasa ini merupakan lembaga resmi milik negara di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan yang berkantor pusat di Jakarta.

Seperti kita ketahui bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan instansi pemerintah yang  menugaskan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), untuk menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia.

Badan Bahasa bertugas mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara Indonesia.

Selain itu, Badan Bahasa juga bertugas mengembangkan kesastraan Indonesia agar tetap lestari dan lebih maju.

Jadi, Badan Bahasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.

Sebagai badan yang telah lama menangani masalah kebahasaan dan kesastraan, Badan Bahasa mempunyai sejarah panjang.

Sejarah Perkembangan Badan Bahasa

Sebelum disampaikan mengenai sejarah perkembangan Badan Bahasa, mari kita kenali tugas dan fungsi Badan Bahasa berdasarkan badanbahasa.kemdikbud.go.id.

Tugas dan Fungsi Badan Bahasa
Tugas Badan Bahasa

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai tugas melaksanakan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia.

Fungsi Badan Bahasa

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyelenggarakan fungsi sebagai berikut

1. Penyusunan    kebijakan    teknis,    rencana,    program    dan    anggaran pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra.

2. Pelaksanaan  pengembangan,  pembinaan,  dan  pelindungan  bahasa  dan sastra; pemantauan,   evaluasi,   dan   pelaporan   pelaksanaan   pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra.

3. Pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

4. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Sejarah Perkembangan Badan Bahasa
Tahun 1930

Usaha penelitian dalam bidang bahasa dan budaya telah dilakukan oleh para sarjana Belanda, baik pemerintah maupun swasta.

Pada tahun 1930-an pemerintah kolonial Belanda sudah mulai mengadakan penelitian tentang kebudayaan yang ada di Indonesia.

Penelitian itu disalurkan melalui Lembaga Pendidikan Universiter, Kantoor voor Inlandsche Zaken, en Oudheidkundige Dienst.

Sementara itu, usaha swasta sejak tahun 1930 diwakili oleh Yayasan Matthes, yang pada tahun 1955 namanya berubah menjadi Yayasan Sulawesi Selatan Tenggara yang berkedudukan di Makassar (Ujung Pandang).

Yayasan itu bertujuan mengadakan penelitian bahasa dan kebudayaan daerah Makassar. Selain Yayasan Matthes, ada yayasan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk yang berkedudukan di Singaraja, Bali, di bawah pimpinan Dr. R. Goris.

Ketua yayasan itu akhirnya bekerja sama dengan cabang lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tahun 1947 (Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek)

Dari masa ke masa, peristiwa bahasa dan kebudayaan Indonesia menarik perhatian para sarjana. Pada tahun 1947 Fakultas Sastra dan Filsafat yang pada saat itu berada di bawah naungan Departemen van Onderwijs, Kunsten en Wetenschappen (Kementerian Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan) meresmikan pembentukan suatu lembaga yang disebut Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek (ITCO) yang bertujuan menampung kegiatan ilmiah universitas, terutama dalam bidang bahasa dan kebudayaan.

Lembaga itu dipimpin oleh Prof. Dr. G.J. Held yang kemudian menjadi pemimpin umum. ITCO mempunyai tiga bagian, yaitu

(1) Bagian Ilmu Kebudayaan,

(2) Bagian Ilmu Bahasa dan Kesusastraan, dan

(3) Bagian Leksikografi. Kegiatan yang dilakukan ITCO, selain penelitian bahasa dan kebudayaan, ialah penyalinan kembali naskah yang ditulis di daun lontar yang berasal dari Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk, naskah yang berasal dari Sono Budoyo, Yogyakarta,  dan naskah dari Yayasan Matthes, Makassar.

Di samping itu, ITCO membuat film tentang tulisan sastra daerah, seperti tulisan Aceh, Batak Simalungun, Melayu, Makassar, dan Bugis.

ITCO juga melakukan tukar-menukar film di Leiden, Pretoria, Kairo, dan New York. Kegiatan lain yang dilakukan ITCO ialah berusaha menarik perhatian para sarjana luar negeri untuk mengadakan penelitian ilmiah dan penerbitan tentang bahasa dan kebudayaan.

Kegiatan itulah sebenarnya yang mengawali kegiatan kebahasaan dan kesusastraan yang dilakukan oleh lembaga bahasa yang tumbuh kemudian.

Pada tahun 1952 ITCO digabung dengan Bagian Penyelidikan Bahasa, Balai Bahasa Yogyakarta, menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya.

Tahun 1947 (Panitia Pekerja)

Pada tahun 1947 Mr. Soewandi selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menugasi R.T. Amin Singgih Tjitrosomo untuk menyiapkan pembentukan suatu lembaga negara yang menangani masalah pemeliharaan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Namun, pembentukan tersebut belum dapat dilaksanakan karena pada saat itu para ahli dan sarjana bahasa banyak yang mengungsi ke luar kota Jakarta.

Persiapan yang telah dilakukan baru sampai pada pembentukan Panitia Pekerja berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Nomor 700/Bhg.A. tanggal 18 Juni 1974.

Panitia Pekerja itu merupakan satu unit yang dikepalai oleh Mr. St. Takdir Alisjahbana dengan R.T. Amin Singgih Tjitrosomo sebagai sekretaris, dan dibantu oleh lima orang anggota, yaitu Adinegoro, W.J.S. Porwadarminta, Ks. St. Pamuntjak, R. Satjadibrata, dan R.T. Amin Singgih Tjitrosomo.

Tahun 1948 (Balai Bahasa)

Ketika terjadi pendudukan tentara Belanda, Panitia Pekerja di Jakarta belum berhasil membentuk suatu lembaga penelitian bahasa seperti yang diharapkan.

Baru beberapa bulan setelah Pemerintah Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Santoso, menugasi R.T. Amin Singgih Tjitrosomo untuk menyiapkan pembentukan lembaga bahasa secara lengkap. Beberapa bulan setelah itu, dibentuklah suatu lembaga otonom yang berada langsung di bawah Jawatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

Lembaga tersebut bernama Balai Bahasa, yang diresmikan pada bulan Maret 1948 di Yogyakarta atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Ali Sastroamidjojo, Nomor 1532/A tanggal 26 Februari 1948.

Pemimpin umum Balai Bahasa mula-mula adalah P.F. Dahler alias Amin Dahlan, kemudian R.T. Amin Singgih Tjitrosomo sebagai pejabat sementara. Karena P.F. Dahler meninggal dunia, selanjutnya pemimpin umum dipegang oleh Prof. Dr. Prijana.

Adapun sekretaris Balai Bahasa adalah I.P. Simandjuntak. Balai Bahasa mempunyai empat seksi, yaitu (1) Seksi Bahasa Indonesia, (2) Seksi Bahasa Jawa, (3) Seksi Bahasa sunda, dan (4) Seksi Bahasa Madura.

Tugas dan kegiatan Balai Bahasa ialah

(1) meneliti bahasa Indonesia dan bahasa daerah, baik lisan maupun tulis, baik yang masih hidup maupun yang sudah tidak digunakan lagi,

(2) memberi petunjuk dan pertimbangan tentang bahasa kepada masyarakat, dan

(3) membina bahasa. Pada saat itu Balai Bahasa sudah mempunyai kantor cabang yang berkedudukan di Bukittinggi.

Tahun 1952 (Lembaga Bahasa dan Budaya)

Atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 1 Agustus 1952, Balai Bahasa menjadi bagian Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Tugas Balai Bahasa itu dilaksanakan oleh Lembaga Bahasa dan Budaya, yang merupakan gabungan dari Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan (ITCO) dan Bagian Penyelidikan Bahasa, Balai Bahasa, dan Jawatan Kebudayaan.

Pimpinan Lembaga Bahasa dan Budaya ialah Prof. Dr. Prijana yang merangkap sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Sejak tanggal 1 Mei 1957–karena beliau diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan–jabatan pimpinan Lembaga dipegang oleh Prof. Dr. P.A. Hoesein Djajadiningrat yang juga merangkap sebagai guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Jabatan sekretaris umum dipegang oleh Darsan Martadarsana dan pada tahun 1956 digantikan oleh Sjair. Pada tahun 1958 Sjair, karena pensiun, diganti oleh Dra. Lukijati Gandasubrata.

Lembaga Bahasa dan Budaya mempunyai struktur oraganisasi yang lebih baik daripada Balai Bahasa. Lembaga Bahasa dan Budaya mempunyai tujuh bagian dengan tiga cabang.

Bagian tersebut ialah

(1) Bagian Penyelidikan Bahasa dan Penyusunan Tata Bahasa,

(2) Bagian Lesksikografi,

(3) Bagian Penyelidikan Kebudayaan,

(4) Bagian Komisi Istilah,

 (5) Bagian Penyelidikan Kesusastraan,

(6) Bagian Perpustakaan, dan

(7) Bagian Terjemahan.

Tahun 1959 (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69626/B/S, tanggal 1 Juni 1959, Lembaga Bahasa dan Budaya berganti nama menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan.

Sejak itu lembaga tersebut beserta cabangnya terlepas dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan langsung di bawah Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

Bagian Bahasa, Jawatan Kebudayaan dilebur dan pegawainya masuk ke Lembaga Bahasa dan Kesusastraan.

Demikian pula, sejak bulan Juni 1964, Urusan Pengajaran Bahasa Indonesia dan Daerah, Jawatan Pendidikan Umum,  dimasukkan ke dalam lembaga itu.

Sejarah Perkembangan Badan Bahasa selengkapnya (Unduh).

Baca:

Demikian Sejarah Perkembangan Badan Bahasa. Semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *