Biografi Bung Tomo Lengkap dari Lahir hingga Wafat
paket-wisatabromo.com-Bulan November setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari Pahlawan. Salah satu pahlawan yang terkenal adalah Sutomo atau Bung Tomo. Bung Tomo adalah pahlawan pada pertempuran di Surabaya. Untuk meningkatkan kecintaan pada Bung Tomo, pada kesempatan ini disajikan Biografi Bung Tomo.
Untuk Biografi Bung Tomo ini disajikan secara lengkap. Hal ini bertujuan menambah wawasan pembaca mengenai Bung Tomo dengan lebih baik.
Biografi Bung Tomo ini diharapkan dapat menjadi referensi yang akurat bagi siapa saja yang membutuhkan.
Berikut ini adalah Biografi Bung Tomo secara lengkap
Untuk pemaparan biografi Bung Tomo meliputi: lahir, biodata, sekolah, perjuangan, keluarga, hal unik, wafatnya, dan gelar pahlawan bung Tomo
Kelahiran Bung Tomo
Bung Tomo yang memiliki nama lengkap Sutomo, lahir pada tanggal 3 oktober 1920. Tempat kelahiran Bung Tomo adalah diKampung Blauran, Surabaya.
Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, priyayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahan ekspor-impor Belanda. Kartawan mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pengikut dekat Pangeran Diponegoro.
Ibu Sutomo bernama Subastita, seorang perempuan berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura anak seorang distributor lokal mesin jahit SINGER di wilayah Surabaya yang sebelum pindah ke Surabaya pernah jadi polisi kotapraja dan anggota Sarekat Islam.
Sutomo adalah anak sulung dari 6 orang bersaudara. Adiknya masing-masing bernama Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto, Subastuti, dan Hartini.
Masa Kecil dan Remaja Sutomo
Bung Tomo lahir di keluarga menengah dan berbeda dengan teman yang ada di sekitarnya. Ayahnya pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan. Ibu dari Bung Tomo bekerja sebagai distributor lokal mesin jahit. Dengan strata sosial yang cukup tinggi ini beliau mudah mendapatkan pendidikan.
Sejak kecil Bung Tomo hidup di Surabaya. Melihat masyarakat di sekitarnya yang cukup menderita, Bung Tomo kecil jadi terpupuk untuk mulai belajar dengan baik. Saat memasuki usia sekolah hingga usia 12 tahun, Bung Tomo sekolah di lembaga pendidikan milik Belanda, MULO.
Dari sekolah inilah Bung Tomo mempelajari banyak hal termasuk masalah teknologi. Satu jenis teknologi yang sangat dia kagumi adalah radio. Kelak dengan radio inilah beliau membakar semangat arek Suroboyo dalam berjuang. Bahkan, dengan radio beliau bisa dengan mudah mengumpulkan banyak pejuang.
Saat remaja Bung Tomo pernah sekolah di HBS meski tidak lulus secara resmi. Setelah dari sekolah beliau melanjutkan ke Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI. Dari sinilah semangatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan terpupuk. Bung Tomo jadi pejuang muda dengan gelar tertinggi dari KBI saat usianya 17 tahun.
Lulus dari KBI, Bung Tomo yang hobi dengan dunia tulis-menulis akhirnya bergabung dengan Harian Suara Umum, Redaktur Mingguan Pembela Rakyat. Saat usianya baru 19 tahun, beliau juga menjadi penulis di salah satu kolom berbahasa Jawa di harian Ekspres.
Puncak dari masa muda Bung Tomo adalah saat beliau bergabung dengan Kantor Berita Antara dan menjadi pejuang Pemuda Republik Indonesia atau PRI sejak tahun 1944 hingga peristiwa bersejarah perobekan bendera di Hotel Yamato dilakukan dan menjadi peristiwa paling menggemparkan kala itu.
Walaupun dibesarkan dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan, tetapi pada usia 12 tahun, Sutomo terpaksa meninggalkan bangku MULO akibat dampak Despresi Besar yang melanda dunia. Untuk membantu keluarga, ia mulai bekerja secara serabutan. Meski begitu, belakangan Sutomo bisa masuk HBS secara korespondensi dan tercatat sebagai murid yang dianggap lulus meski tidak secara resmi.
Sutomo lalu bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada usia 17 tahun, ia berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pramuka Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Sutomo muda lebih banyak berkecimpung dalam bidang kewartawanan. Ia antaranya menjadi jurnalis lepas untuk harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer.
Perjuangan Bung Tomo
Perjuangan Bung Tomo pada Pertempuran 10 November 1945. Pada 1944, ia terpilih menjadi anggota “Gerakan Rakyat Baru” dan pengurus “Pemuda Republik Indonesia” di Surabaya, yang disponsori Jepang. Setelah ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial, inilah titik awal keterlibatannya dalam Revolusi Nasional Indonesia.
Dengan posisinya itu, ia bisa mendapatkan akses radio yang lantas berperan besar untuk menyiarkan orasi-orasinya yang membakar semangat pemuda dan rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Terlebih, sejak 12 Oktober 1945 Bung Tomo juga menjadi pemimpin “Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia” (BPRI) di Surabaya melawan pasukan Belanda dan Inggris.
Meskipun pada Pertempuran Surabaya 10 November 1945, akhirnya pihak Indonesia kalah, tetapi rakyat Surabaya dianggap berhasil memukul mundur pasukan Inggris untuk sementara waktu (pasukan Inggris mundur dari Indonesia pada November 1946) dan kejadian ini dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah sebagai awal dari mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Karier Bung Tomo
Selama lahir hingga menduduki puncak kariernya, Bung Tomo pernah mendapatkan posisi di bawah ini.
1. Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), 1937
2. Jurnalis lepas pada Harian Suara Umum, 1937
3. Redaktur Mingguan Pembela Rakyat, 1938
4. Jurnalis dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, 1939
5. Kepala kantor berita Antara di Surabaya, 1942
6. Pengurus Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya, 1944
7. Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata, 1955-1956
8. Menteri Sosial Ad Interim, Kabinet Perdana Menteri, 1955-1956
9. Anggota DPR dari Partai Rakyat Indonesia, 1956-1959
Tokoh Penting Pertempuran Surabaya
Tidak bisa dimungkiri lagi kalau pertempuran yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 membuat sekutu agak bergetar.
Semangat pantang menyerah yang diberikan oleh Bung Tomo terus menyulut perjuangan di kalangan laskar.
Bahkan, Bung Tomo mencegah perang saudara dengan etnis dari Maluku yang dianggap membela Belanda. Dampaknya semua rakyat yang ada di Surabaya terus berjuang.
Pada masa pemberontakan yang dilakukan oleh arek-arek Suroboyo sebenarnya ada beberapa pemimpin yang setara atau lebih tinggi dari Bung Tomo.
Di sana ada Jenderal Mayor R. Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Mustopo, dan Kolonel Djonosewojo. Namun di mata para laskar beliaulah yang paling dipercaya dan perintahnya sangat dipatuhi.
Berkat kepiawaiannya dalam menyulut semangat dan menggerakkan massa dengan masif, Markas Besar Umum dari TKR atau Tentara Keamanan Rakyat memberi dia gelar Jenderal Mayor yang kala itu cukup prestisius dan dihormati.
Dengan prestasi yang sangat gemilang, Bung Tomo pernah dilantik sendiri oleh Soekarno yang kala itu menjadi presiden sebagai staf yang membawahi tiga angkatan. Selanjutnya menurut istri beliau, Bung Tomo juga pernah bergabung dengan Staf Gabungan Angkatan Perang Republik Indonesia.
Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata
Karier militer dari Bung Tomo tidak berlanjut karena beliau diangkat menjadi salah satu menteri di Pemerintahan Presiden Soekarno.
Pada tanggal 12 Agustus 1955 hingga 1956 beliau menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata atau Veteran Perang. Saat ini perdana menteri yang dimiliki oleh Indonesia adalah Burhanuddin Harahap.
Selain menjadi menteri yang mengurusi masalah veteran perang, dalam legiun Bung Tomo juga memiliki posisi cukup tinggi yaitu Ketua Ii Bidang Ideologi Sosial Politik.
Pada tahun 1955, Indonesia melaksanakan pemilihan umum. Pada pemilihan ini beliau terpilih menjadi salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat selama 4 tahun hingga 1959.
Keluarga Bung Tomo
Bung Tomo menikahi Sulistina, seorang bekas perawat PMI, pada 19 Juni 1947. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak, masing-masing bernama Tin “Titing” Sulistami (lahir 29 Juni 1948), Bambang Sulistomo (lahir 22 April 1950), Sri Sulistami (lahir 16 Agustus 1951), dan Ratna Sulistami (12 November 1958).
Mengkritik Soeharto
Bung Tomo dikenal sangat keras dan tidak segan untuk memberikan kritikan pada penguasa.
Saat Soeharto menjadi presiden Indonesia, Bung Tomo melakukan protes saat Bu Tien, ingin mendirikan TMII. Biaya untuk pembangunan TMII didapatkan dari sumbangan pengusaha sebesar 10 persen dari keuntungan yang didapatkan.
Kritik tajam yang diberikan oleh Bung Tomo ternyata tidak disukai oleh penguasa saat itu.
Akhirnya tuduhan melakukan tindakan makar dilontarkan. Dampaknya, Bung Tomo harus mendekam di dalam penjara selama satu tahun sejak 1978-1979. Saat dipenjara, istri dari Bung Tomo melakukan protes dan mengirim surat yang intinya: tidak mungkin pejuang 1945 yang rela mati mau membangkang pada negara.
Fakta Unik Bung Tomo
Berikut beberapa fakta unik dari Bung Tomo.
Bung Tomo tidak pernah tamat sekolah entah itu MULO atau HBS. Meski demikian beliau ikut kepanduan dan menyelesaikan pendidikannya secara informal.
Perjuangan Bung Tomo tidak hanya dilanjutkan dengan orasi yang unggul saja. Dalam dunia menulis beliau dikenal sangat hebat. Dia bisa menulis dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia untuk melakukan perjuangan.
Foto legendaris yang sering dianggap sebagai foto orasi 10 November 1945 tidak asli. Foto itu diambil pada tahun 1947 di Mojokerto menurut istri Bung Tomo.
Bung Tomo adalah pejabat di era orde lama dan menjadi tahanan politik saat orde baru.
Baca: Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara Tokoh Pendidikan Indonesia
Wafatnya Bung Tomo
Sejak keluar kamar Tahanan Politik, di Nirbaya, Pondok Gede, Bung Tomo tidak mau berurusan lagi dengan dunia politik dan pemerintahan. Selama dua tahun sejak 1979, Bung Tomo lebih konsentrasi untuk membesarkan keempat anaknya.
Wafatnya Bung Tomo adalah tanggal 7 Oktober 1981. Beliau meninggal pada saat menunaikan ibadah haji di tanah suci.
Pada peristiwa ini Bung Tomo meninggal dunia. Setahun berselang jenazah beliau dipindahkan ke Indonesia meski sangat sulit dilakukan. Ada banyak lobi yang harus dilakukan hingga Raja Arab yang saat itu berkuasa mengizinkan sisa jenazah Bung Tomo dibawa pulang ke Indonesia dan disemayamkan di Surabaya.
Gelar Pahlawan Nasional
Bung Tomo resmi dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka.
Sang istri, Ny.Sulistina, menerima langsung surat keputusan bernomor 041/TK/Tahun 2008 yang diserahkan presiden. Pengangkatan ini buah dari desakan berbagai pihak, termasuk GP Ansor dan Fraksi Partai Golkar DPR.
Biogragi Bung Tomo selengkapnya-Unduh
Demikianlah Biografi Bung Tomo dari Lahir Hingga wafat. Semoga bermanfaat.