Memahami Teks Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia
paket-wisatabromo.com-Semester 2 telah tiba. Saatnya kalian memasuki materi pelajaran Bahasa Indonesia bab 5. Materi pertemuan pertama, pada bab 5 ini adalah Memahami Teks Biografi Ki Hadjar Dewantara
Dalam Memahami Teks Biografi kali ini, kalian akan memahami Biografi Ki Hadjar Dewantara. Tentu kalian masih ingat bahwa Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia.
Sebelum Memahami Teks Biografi Ki Hadjar Dewantara, baiklah kalian cermati terlebih dahulu uraian berikut ini.
a. Pengertian Biografi
Kata biografi secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang bermakna hidup dan graphien yang berarti tulis (Darmawati, 2013: 92).
Dengan kata lain, biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang yang ditulis oleh orang lain. Umumnya biografi berisi tulisan yang memaparkan riwayat kehidupan seseorang berdasarkan fakta, data, dan peristiwa atau kejadian yang dialami.
Bahasa yang digunakan dalam teks biografi harus lugas, jelas, serta tidak bertele-tele agar tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda dan bias pada pembaca.
Isi
Isi biografi tidak hanya berupa biodata, daftar nama, data kelahiran, dan informasi lainnya, tetapi lebih kompleks.
Dapat juga berisi pandangan, sikap, perasaan, pemikiran hingga peristiwa atau kejadian yang dialami tokoh. Akan tetapi, tidak semua aspek atau peristiwa diceritakan, hanya hal yang dinilai penting atau menarik untuk diketahui dan bermanfaat bagi pembaca.
Oleh karena itu, tokoh atau sosok dalam biografi bukanlah tokoh atau sosok biasa, tetapi merupakan orang yang berpengaruh, sudah sukses, orang yang berjasa, dan sebagainya.
Hal ini bertujuan agar isi teks biografi dapat menjadi pelajaran hidup atau inspirasi dan bermanfaat bagi pembacanya.
b. Ide pokok dan ide penjelas dalam teks Biografi
Untuk memahami sebuah teks biografi, kalian perlu memperhatikan ide pokok dan ide penjelas di dalamnya.
Ide pokok merupakan sebuah topik yang menjadi pokok pengembangan paragraf. Karena itu, bentuk kalimatnya bersifat umum. Letak ide pokok umumnya mengikuti letak kalimat utama, yaitu pada awal paragraf (deduktif), akhir paragraf (induktif), dan campuran keduanya.
Berikut ini contoh letak ide pokok pada paragraf deduktif dan induktif.
1. Ide pokok pada paragraf deduktif
Aman Datuk Madjoindo lebih dikenal sebagai penulis cerita anak-anak. Ketenarannya sebagai penulis cerita anak disebabkan profesinya sebagai pengasuh rubrik cerita anak-anak di majalah Panji pustaka. Di majalah mingguan itu, ia sering memublikasikan cerita anak. Sudah tidak terhitung jumlah cerita anak yang sudah ditulisnya selama bekerja di majalah tersebut. Ide pokok: Aman Datuk Madjoindo penulis cerita anak.
Kalimat utama: Aman Datuk Madjoindo lebih dikenal sebagai penulis cerita anak-anak .
Ide penjelas:
a. Ketenarannya karena mengasuh rubrik cerita di Panji Pustaka.
b. Ia sering memublikasikan cerita anak.
c. Tidak terhitung jumlah cerita anak yang ditulisnya.
2. Ide pokok pada paragraf induktif
Kartini saat itu menganggap wanita pribumi banyak yang tidak memiliki pendidikan layak sehingga tidak mengenal baca tulis. Mereka juga sering mendapat perlakuan diskriminasi jenis kelamin. Selain itu, wanita pribumi juga kerap tidak mendapatkan persamaan hak, kebebasan berpendapat, dan kesetaraan hukum. Itulah beberapa alasan Kartini yang bercita-cita ingin memajukan wanita Indonesia.
Ide penjelas:
a. Kartini menganggap wanita pribumi tidak memiliki pendidikan.
b. Mereka mendapat perlakukan diskriminasi.
c. Wanita pribumi tidak mendapat persamaan hak, kebebasan berpendapat, dan kesetaraan hukum.
Kalimat utama: Itulah beberapa alasan Kartini yang bercita-cita ingin memajukan wanita Indonesia.
Ide pokok: Alasan Kartini ingin memajukan wanita Indonesia.
Memahami Teks Biografi Ki Hadjar Dewantara
Berikut ini disajikan teks Biografi Ki Hajar Dewantara
Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia
Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera).
Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De
Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda.
Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Se andai nya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tet api Semua untuk Satu Juga).
Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya.
Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil.
Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air.
Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin men curah kan perhatiannya di bidang pen didikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
Bersama rekan-rekan seper juangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922.
Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang mem berikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orangorang Belanda.
Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur.
Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta.
Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa.
Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional).
Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional.
Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959.
(Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ dengan pengubahan)
Setelah menyimak teks biografi tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan dan nama pemberian orang tuanya agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Jelaskan apa yang dimaksud dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya dalam teks tersebut!
2. Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Apa saja bukti-bukti yang menunjukkan beliau sebagai penulis andal dalam teks tersebut?
3. Jelaskan apa pentingnya Perguruan Nasional Taman Siswa yang dibentuk Ki Hadjar Dewantara bagi pribumi?
4. Menurut kalian, apakah hukuman pengasingan yang diberikan Pemerintah Belanda kepada Ki Hadjar Dewantara sudah sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya? Jelaskan alasannya!
5. Jelaskan maksud ajaran Ki Hadjar Dewantara, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulada berdasarkan pemahaman kalian sendiri!
6. Menurut kalian, apa saja hal-hal yang mendasari penunjukan Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional? Jelaskan!
7. Menurut penilaian kalian, apa saja informasi penting tentang tokoh yang belum terdapat dalam teks tersebut?
8. Menurut kalian, apa saja kelebihan dan kekurangan teks biografi tersebut? Jelaskan!
9. Tuliskan beberapa saran dan masukan agar teks biografi tersebut lebih baik!
10. Berdasarkan pengetahuan kalian tentang tokoh Ki Hadjar Dewantara, tulislah sebuah karangan singkat berjudul “Seandainya Aku adalah Ki Hadjar Dewantara”!
Kunci Jawaban
1) Jawaban alternatif: Maksud kalimat tersebut berkaitan dengan status Ki Hadjar Dewantara sebagai bangsawan yang memiliki batasan untuk bergaul dan berbaur secara sosial dengan masyarakat yang bukan dari kalangan bangsawan.
2) Jawaban alternatif: Keandalan Ki Hadjar Dewantara dibuktikan dengan dipercayanya beliau sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Banyak pula yang menganggap tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
3) Jawaban alternatif: Perguruan Taman Siswa sangat penting karena memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
4) Jawaban alternatif: Hukuman pengasingan Ki Hajdar Dewantara dianggap tidak tepat dan merupakan reaksi yang sangat berlebihan dari Belanda. Hal ini disebabkan karena ketakutan Belanda terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia.
5) Jawaban alternatif: Tut wuri handayani berarti ketika berada di depan seorang pendidik harus memberikan teladan. Ing madya mangun karsa berarti ketika berada di tengah seorang pendidik harus membangun motivasi, semangat, atau kemauan. Adapun, ing ngarsa sung tuladha bermakna ketika berada di belakang seorang pendidik dapat memberikan dukungan, pengaruh, dan saran masukan.
6) Jawaban alternatif: Jasa-jasa, karya tulis, dan nilai-nilai semangat perjuangan serta kiprahnya dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam bidang pendidikan.
7) Informasi penting tentang tokoh yang belum terdapat dalam teks bergantung pada jawaban siswa.
8) Kekurangan dan kelebihan teks biografi disesuaikan dengan jawaban siswa.
9) Saran dan masukan agar teks biografi lebih baik disesuaikan dengan jawaban siswa.
10) Jawaban siswa berbentuk tulisan karangan “Seandainya Aku adalah Ki Hadjar Dewantara”.
Baca:
1. Telaah Struktur Teks Negosiasi: “Membeli Handphone” Materi Bab 4 SMA SMK Kelas 10-Unduh
2. Analisis Teks Rekon: Bung Hatta-Unduh
3. Struktur Teks Biografi dan Contohnya-Unduh
4. Telaah Struktur Teks Biografi-Unduh
5. Contoh Teks Biografi-Unduh
6. Menulis Teks Biografi: Unsur, Asas, Langkah-Langkah, Hal yang Harus Diperhatikan, dan Manfaat-Unduh
7. Bahasa Teks Biografi: Pronomina, Verba, Adjektiva, Pengacuan, Kata Serapan-
Demikianlah penjelasan mengenai Memahami Teks Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia. Semoga bermanfaat.