Museum Kereta Api Ambarawa Kabupaten Semarang Jawa Tengah

Museum Kereta Api Ambarawa Kabupaten Semarang Jawa Tengah

paket-wisatabromo.com-Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Tengah. Kabupaten ini menyimpan sejuta sejarah yang sangat bermanfaat. Selain itu, dapat digunakan sebagai  bahan pembelajaran dan pengetahuan bagi masyarakat terutama para pembelajar. Salah satunya adalah  Museum Kereta Api Ambarawa Kabupaten Semarang.

Museum Kereta Api Ambarawa Kabupaten Semarang

Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sudah dialihfungsikan menjadi sebuah museum serta merupakan museum perkeretaapian pertama di Indonesia.

Awalnya, Museum Kereta Api Indonesia (Indonesian Railway Museum) adalah sebuah stasiun yang bernama Stasiun Willem I.

Stasiun ini dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan pembukaan lintas  Kedungjati-Ambarawa.

Ambarawa dapat dikata kota militer, keberadaan kota ini menyokong kota garnizum Magelang guna mengontrol daerah pedalaman.

Pada tahun 1835 dibangun sebuah komplek benteng besar yang berhasil dirampungkan tahun 1848.

Benteng terbesar di Jawa tersebut diberi nama Willem I mengingat pembangunan banteng dilaksanakan pada masa pemerintahan Raja Willem I.

Pada tahun 1873 dibangun jaringan kereta api di Ambarawa oleh perusahaan kereta api swasta Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Pembangunan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi NISM guna mendapatkan ijin konsensi pembangunan jalur kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). NISM diwajibkan membangun jalur kereta api cabang lintas Kedungjati-Ambrawa sepanjang 37 km guna keperluan militer.

Penamaan

Sebagai tempat pemberhentian akhir dibangun Stasiun Willem I (Stasiun Ambarawa). Kuat dugaan, penamaan Willem I mengacu kepada Benteng Willem I yang berada tidak jauh dari stasiun.

Pada 1 Februari 1905 dilanjutkan pembangunan jalur kereta api ke Secang-Magelang yang terdapat jalur kereta khusus, rel bergerigi.

Dua tahun berselang, bangunan Stasiun Ambarawa direnovasi dengan mengganti material yang semula berupa kayu dan bambu menjadi batu bata.

Pada awal pengoperasiannya, Stasiun Willem I digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi  militer di sekitar Jawa Tengah.

Setelah di-non-aktifkan tahun 1976, Stasiun Ambarawa dicanangkan sebagai Museum Kereta Api oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Supardjo Rustam.

Rencana ini bertujuan menyelamatkan tinggalan lokomotif uap serta sebagai salah satu daya tarik wisata di Jawa Tengah.

Stasiun Ambarawa dipilih karena Ambarawa memiliki latar belakang historis yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan yakni Pertempuran Ambarawa, selain itu Stasiun Ambarawa pada saat itu masih menyimpan teknologi kuno yang masih bisa dioperasikan

Koleksi

Museum yang didirikan pada 6 Oktober 1976 ini memiliki koleksi kereta api yang pernah berjaya pada zamannya.

Kini, Museum Ambarawa atau Indonesian Railway Museum (IRM) menampilkan koleksi perekeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi.

Beberapa koleksi sarana perkeretaapian heritage seperti 26 Lokomotif Uap, 4 Lokomotif Diesel, 5 Kereta dan 6 Gerbong dari berbagai daerah.

Selain itu, beberapa lokomotif uap adalah 2 unit kelas B25 (Esslingen 0-4-2RT) yaitu B2502 dan B2503 (2 dari 3 unit lokomotif yang tersisa; lokomotif ketiga, B2501 dimonumenkan di Monumen Palagan Ambarawa.

Dahulu, terdapat loko uap kelas E10 (Esslingen 0-10-0RT), bernomor E1060 yang semula dikirimkan ke Sumatra Barat pada tahun 1960 untuk menarik kereta api batu bara, tetapi kemudian dibawa ke Jawa, dan sebuah lokomotif konvensional 2-6-0T C1218 yang dihidupkan kembali pada tahun 2006 setelah lama disimpan di Cepu, kemudian direlokasi ke Ambarawa tahun 2002.

Namun, lokomotif E1060 dipulangkan kembali ke Sawahlunto sedangkan lokomotif C1218 dibawa ke Surakarta dijadikan kereta wisata Jaladara.

Tambahan Loko

Baru-baru ini museum mendapat tambahan lokomotif diesel hidraulis D 300 23 yang berasal dari depo lokomotif Cepu yang dipindah ke depo lokomotif Ambarawa pada 6 Oktober 2010.

Lokomotif uap B 5112 yang buatan pabrik Hanomag, telah berhasil dihidupkan kembali sejak Januari 2014.

Museum Ambarawa juga mempunyai beberapa koleksi baru seperti kereta inspeksi Sultan Madura, kereta kayu dari Kebonpolo, Magelang, NR kayu dari Balai Yasa Yogyakarta, gerbong GR dari Balai Yasa Manggarai, serta lokomotif diesel CC 200 15 dan lokomotif DD5512, yang dahulu berbasis di Stasiun Cirebon dan Stasiun Jatibarang. Ada pula satu unit lokomotif BB200.

Lokomotif-lokomotif diesel tersebut sebagian telah dipindah ke Stasiun Tuntang.

Koleksi lainnya adalah halte (Cicayur dan Cikoya serta beberapa halte kayu di jalur kereta api Purwosari–Wonogiri), persinyalan, pencetakan tiket, peralatan administrasi, serta atribut perusahaan dari era SS dan NIS hingga PJKA.

Alamat

Secara administratif, Museum ini berada di Desa Panjang, Ambarawa, Semarang. Lebih tepatnya beralamatkan di jalan Stasiun No.1, Panjang Kidul, Panjang, Kec. Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50614, Telepon: 0813-2570-9010, Provinsi: Jawa Tengah

Fasilitas

Para pengunjung Museum Kereta Api dapat menikmati perjalanan wisata dengan menaiki Kereta Api Wisata relasi Ambarawa-Tuntang (pp) dengan lokomotif penarik jenis lokomotif uap maupun kereta diesel vintage.

Selain itu, terdapat rute kereta Api Wisata Ambarawa-Jambu-Bedono (pp) yang menggunakan lokomotif uap bergigi yang melewati rel bergerigi. Rel bergerigi tersebut satu-satunya yang masih aktif di Indonesia.

Selain menjadi tempat wisata sejarah, museum ini dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dll.

Sejarah
Pembangunan Stasiun Willem I

Nama Willem I yang disandang oleh stasiun ini berasal dari nama benteng yang letaknya tak jauh dari kompleks stasiun ini, yaitu Benteng Willem I yang dikenal juga sebagai “Benteng Pendhem”.

Dinamakan Willem I karena dibangun untuk menghargai jasa-jasa Raja Belanda yang bertakhta pada saat itu, yaitu Raja Willem I dari Belanda.

Agar mobilisasi tentara dan logistik KNIL lancar, maka Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) diberi tugas oleh Pemerintah Kolonial di bawah Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele untuk membangun jalur kereta api baru yang menghubungkan Semarang dengan benteng ini.

Ternyata, pembangunan jalur ini satu paket dengan jalur kereta api Samarang NIS-Gundih-Solo Balapan-Lempuyangan.

Setelah suksesnya NIS membangun jalur Samarang-Tangoeng yang selesai pada tanggal 10 Agustus 1867, pada awal tahun 1869, selain memperpanjang jalurnya menuju Gundih, NIS juga membangun jalur baru menuju Bringin dan selanjutnya diperpanjang menuju Ambarawa.

Pada tanggal 21 Mei 1873, jalur Samarang-Vorstenlanden dan Kedungjati-Ambarawa telah selesai dibangun.

Periode kedua adalah pembangunan jalur kereta api Secang-Ambarawa. Karena jalur kereta apinya melalui pegunungan dengan kontur yang terjal dan topografi yang sukar untuk ditaklukkan, maka agar laju kereta api terkendali, dibuatlah sistem rel gigi.

Jalur ini menghubungkan kawasan strategis militer Hindia Belanda di Kota Magelang dengan Benteng Willem I di Ambarawa. Hal ini bertujuan untuk mempermudah mobilitas tentara KNIL di kawasan tersebut. Pada tanggal 1 Februari 1905, jalur segmen ini telah selesai dibangun.

Stasiun ini menjadi pertemuan jalur NIS yang menggunakan lebar sepur 1.435mm (arah Kedungjati) dengan jalur dengan sepur 1.067 mm (arah Secang).

Sejak Juni 1942, jalur kereta api Kedungjati-Willem I dan Semarang Tawang-Solo Balapan-Yogyakarta yang semula menggunakan sepur 1.435 mm, akhirnya diubah menjadi 1.067 mm.

Menjadi museum dan reaktivasi jalur

Penutupan jalur kereta api Yogyakarta-Magelang-Secang pada tahun 1975 ternyata berdampak pada jalur ini. Bahkan kereta-kereta api tidak bisa bergerak ke arah Magelang karena terjadinya banjir lahar hasil erupsi Gunung Merapi 1972. Praktis, PJKA menutup jalur kereta api ini.

Semenjak 1970-an, lokomotif-lokomotif uap mulai berguguran karena faktor usia. Banyak yang dirucat, dipindahtangankan, atau bahkan dijadikan barang rongsokan.

Karena prihatin dengan hal tersebut, maka pada tanggal 8 April 1976, Gubernur Jawa Tengah, Soepardjo Rustam, beserta Kepala PJKA Eksploitasi Tengah, Soeharso, memutuskan untuk membuka sebuah museum kereta api yang nantinya akan mengoleksi barang-barang antik era lokomotif uap.

Pemilihan Stasiun Willem I sebagai lokasi museum akhirnya disepakati oleh Komisi D DPRD Jawa Tengah pada tanggal 6 Oktober 1976.

Pada tanggal 21 April 1978, museum ini mulai dibuka dan mulai menyelenggarakan angkutan kereta api wisata uap.

Rutenya adalah Ambarawa-Tuntang-Ambarawa dan Ambarawa-Bedono-Ambarawa. Untuk menunjang operasi, Stasiun Tuntang, Jambu, dan Bedono tetap dipertahankan.

Untuk segmen Kedungjati-Tuntang saat ini telah menjalani proses reaktivasi, tetapi saat ini proyeknya tersendat lantaran masalah pembebasan lahan.

Dalam reaktivasi ini, direncanakan jumlah perlintasan sebidangnya akan dikurangi dan saat ini belum ada proses. Untuk mendukung reaktivasi, bangunan Stasiun Bringin, Gogodalem, dan Tempuran harus dirombak.

Arsitektur

Bangunan utama (stasiun) merupakan stasiun pulau. Mulanya, bangunan stasiun ini berupa bangunan berkanopi yang dibangun dari kayu jati. Sejak tahun 1907, stasiun ini menggunakan arsitektur yang mirip dengan Stasiun Kedungjati dan Purwosari.

Ukuran bangunan stasiun ini lebih besar daripada Kedungjati maupun Purwosari karena bentang atapnya mencapai 21,75 meter sementara Kedungjati 14,65 meter dan Purwosari 13 meter.

Bangunan ini terdiri atas kanopi yang memayungi bangunan utama serta jalur yang mengapitnya.

Layanan kereta api

Untuk menunjang kepariwisataan, PT KAI menyelenggarakan suatu angkutan kereta api wisata.

Di museum ini terdapat dua layanan kereta api, yaitu kereta wisata Ambarawa-Bedono pp dan Ambarawa-Tuntang pp. Perjalanannya hanya dilakukan secara reguler pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional; untuk hari lain hanya bisa dilakukan dengan sistem sewa.

Kereta wisata Ambarawa-Bedono merupakan kereta api yang menggunakan rel gigi.

Pihak museum sendiri kemudian mem-branding layanan ini dengan nama Ambarawa Mountain Railway Tour. Rutenya dari Ambarawa-Jambu-Bedono dan kembali ke Ambarawa.

Perjalanan ke Bedono hanya bisa dilakukan oleh lokomotif uap bergigi karena tidak ada satu pun lokomotif diesel yang dipasangi roda gigi.

Selain itu, reservasi tiket kereta api uap hanya bisa dipesan melalui sistem sewa. Akibatnya, Stasiun Bedono dan Jambu hanya dibuka pada saat ada perjalanan kereta api tersebut.[22][23]

Kereta wisata Ambarawa-Tuntang dijalankan secara reguler menggunakan lokomotif diesel, tetapi dapat disewakan baik dengan lokomotif uap maupun lokomotif diesel.

Untuk perjalanan reguler terdapat jadwal kereta api yang berangkat pada pukul 10.00, 12.00, dan 14.00.

Harga tiket dan jam buka Museum Ambarawa

Apabila ingin berkunjung ke Museum KA Ambarawa, maka harga tiket masuknya beragam, tergantung usia, status pelajar, hingga kewarganegaraan.

Untuk orang dewasa, harga tiket masuknya adalah Rp 20.000 per orang. Untuk pelajar (berseragam) dan anak-anak (3-12 tahun), harga tiketnya adalah Rp 10.000 per orang.

Sementara itu untuk turis asing, harga tiket masuk ke Museum Ambarawa adalah Rp 30.000 per orang. Jika ingin naik KA Wisata, maka ada harga tiket tambahan yang harus dibayarkan, yakni Rp 100.000 per orang.

Jam Operasional

Museum KA Ambarawa buka setiap hari mulai pagi sampai sore hari. Jam bukanya adalah pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.

Adapun KA wisata tidak berangkat setiap hari. Keberangkatan hanya dijadwalkan saat hari libur akhir pekan atau libur nasional.

Baca:

Candi Gedongsongo Kabupaten Semarang Jawa Tengah

Wisata Alam Kabupaten Semarang

Demikian informasi mengenai Museun Kereta Api Ambarawa Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *