Permenaker Nomor 5 Tahun 2022 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja
paket-wisatabromo.com-Permenaker Nomor 5 Tahun 2022 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja telah ditandatangani Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Akreditasi lembaga pelatihan kerja sebagaimana tercantum dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2022 merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pelatihan vokasi dan akreditasi lembaga pelatihan kerja, sehingga perlu diganti.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2022.
Dasar Hukum
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916).
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4637).
6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2020 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 213).
7. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 108).
Ketentuan Umum
1. Akreditasi adalah proses pemberian pengakuan formal yang menyatakan bahwa suatu lembaga telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan pelatihan kerja.
2. Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
3. Kompetensi Kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4. Lembaga Pelatihan Kerja yang selanjutnya disingkat LPK adalah instansi pemerintah atau badan hukum yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja.
5. Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja yang selanjutnya disingkat LALPK adalah lembaga yang ditetapkan oleh Menteri untuk melaksanakan Akreditasi.
6. Komite Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja yang selanjutnya disingkat KALPK adalah komite yang dibentuk oleh LALPK untuk membantu pelaksanaan tugas LALPK.
7. Sertifikat Akreditasi adalah dokumen formal yang diterbitkan oleh LALPK yang menyatakan bahwa LPK telah terakreditasi untuk melaksanakan program Pelatihan Kerja tertentu.
8. Program Pelatihan Kerja adalah suatu rumusan tertulis yang memuat secara sistematis tentang pemaketan unit kompetensi sesuai dengan area kompetensi jabatan pada area pekerjaan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi.
9. Asesmen adalah proses penilaian terhadap pemenuhan persyaratan yang ditetapkan dalam Akreditasi.
10. Asesor Akreditasi adalah seseorang yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan Asesmen.
11. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian, serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Kerangka Mutu Pelatihan Indonesia yang selanjutnya disingkat KMPI adalah kerangka penjaminan mutu pelatihan yang harus dipenuhi LPK agar dapat menawarkan kualifikasi nasional, okupasi, atau klaster unit kompetensi yang disahkan secara nasional.
13. Kurikulum adalah suatu naskah panduan mengenai pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang harus didapatkan peserta pelatihan agar dapat melaksanakan pekerjaan secara profesional.
14. Dinas Daerah Provinsi adalah dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi.
15. Dinas Daerah Kabupaten/Kota adalah dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
16. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
17. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang pelatihan vokasi dan produktivitas.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Kerangka Mutu Pelatihan Indonesia
Akreditasi LPK dilaksanakan oleh LALPK. Akreditasi bertujuan untuk menjamin mutu penyelenggaraan Pelatihan Kerja dan meningkatkan kredibilitas LPK.
Untuk akreditasi LPK dilakukan berdasarkan KMPI. KMPI terdiri atas 8 (delapan) standar, yaitu:
1. standar 1 Kompetensi Kerja;
2. standar 2 Program Pelatihan Kerja;
3. standar 3 materi pelatihan;
4. standar 4 Asesmen Pelatihan Kerja;
5. standar 5 instruktur dan tenaga pelatihan;
6. standar 6 sarana dan prasarana;
7. standar 7 tata kelola; dan
8. standar 8 pengelolaan keuangan.
Standar 1 Kompetensi Kerja
Standar 1 Kompetensi Kerja merupakan kriteria LPK untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan yang mengacu pada SKKNI, standar Kompetensi Kerja internasional, dan/atau standar Kompetensi Kerja khusus.
Untuk memenuhi standar 1 (satu) Kompetensi Kerja, LPK harus memenuhi kriteria:
a. Program Pelatihan Kerja disusun berdasarkan kebutuhan industri atau masyarakat yang telah diidentifikasi; dan
b. Program Pelatihan Kerja disusun sesuai standar Kompetensi Kerja yang disahkan melalui proses yang telah ditetapkan oleh Menteri.
Standar 2 Program Pelatihan Kerja
Standar 2 Program Pelatihan Kerja merupakan kriteria LPK untuk menyusun Program Pelatihan Kerja berdasarkan standar Kompetensi Kerja.
Untuk memenuhi standar 2 Program Pelatihan Kerja, LPK harus memenuhi kriteria:
a. Kurikulum dan silabus dipetakan sesuai standar Kompetensi Kerja yang menggambarkan unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja;
b. penetapan waktu pelatihan dan jumlah siswa disesuaikan dengan capaian Program Pelatihan Kerja atau standar Kompetensi Kerja;
c. Kurikulum dan silabus dipantau dan ditinjau secara berkala guna memastikan relevansi berkesinambungan; dan
d. Kurikulum dan silabus disusun dengan melibatkan pemangku kepentingan.
Standar 3 Materi Pelatihan
Standar 3 materi pelatihan merupakan kriteria LPK untuk menggunakan materi pelatihan yang sesuai Program Pelatihan Kerja.
Untuk memenuhi standar 3 materi pelatihan, LPK harus memenuhi kriteria:
a. materi pelatihan disusun sesuai dengan Kurikulum; dan
b. pengembangan dan penggunaan materi pelatihanndilakukan pemantauan dan peninjauan.
Materi pelatihan merupakan materi substantif yang akan diberikann kepada peserta Pelatihan Kerja yang disusun berdasarkan silabus pelatihan yang telah ditetapkan dalam proses penetapan Kurikulum.
Standar 4 Asesmen Pelatihan Kerja
Standar 4 Asesmen Pelatihan Kerja adalah kriteria LPK untuk memiliki mekanisme Asesmen Pelatihan Kerja guna mengukur hasil atau capaian pelatihan.
Untuk memenuhi standar 4 Asesmen Pelatihan Kerja, LPK harus memenuhi kriteria:
a. memiliki perangkat dan instrumen Asesmen yang valid, dapat diandalkan, adil, dan fleksibel; dan
b. memiliki sistem untuk melakukan Asesmen dan pelaporan hasil Asesmen.
Standar 5 Instruktur dan Tenaga Pelatihan
Standar 5 instruktur dan tenaga pelatihan merupakan kriteria LPK untuk memiliki instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten di bidangnya.
Untuk memenuhi standar 5 instruktur dan tenaga pelatihan, LPK harus memenuhi kriteria:
a. memiliki instruktur atau sebutan lainnya yang memiliki kompetensi teknis dan metodologis dan diberikan tugas serta wewenang untuk melaksanakan kegiatan Pelatihan Kerja; dan
b. memiliki tenaga pelatihan yang memiliki kompetensi dan diberikan tugas serta wewenang untuk mendukung penyelenggaraan Pelatihan Kerja.
Standar 6 Sarana dan Prasarana
Standar 6 sarana dan prasarana merupakan kriteria LPK untuk memiliki sarana dan prasarana guna menyelenggarakan Pelatihan Kerja.
Untuk memenuhi standar 6 sarana dan prasarana, LPK harus memenuhi kriteria:
a. memiliki sarana yang merupakan fasilitas utama terselenggaranya Pelatihan Kerja secara langsung yang digunakan untuk mencapai tujuan Program Pelatihan Kerja; dan
b. memiliki prasarana yang merupakan fasilitas pendukung terselenggaranya Pelatihan Kerja, terdiri atas:
1) gedung/kantor;
2) ruang teori/kelas;
3) ruang praktek (bengkel); dan
4) prasarana pendukung lainnya.
Standar 7 Tata Kelola
Standar 7 tata kelola adalah kriteria LPK untuk memiliki sistem tata kelola yang memadai untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja.
Untuk memenuhi standar 7 tata kelola, LPK harus memenuhi kriteria:
a. memiliki sistem tata kelola yang mendukung penyelenggaraan Pelatihan Kerja yang bermutu;
b. menerapkan sistem tata kelola untuk menjamin penyelenggaraan Pelatihan Kerja yang bermutu;
c. menerapkan proses perencanaan yang konsisten dalam penyelenggaraan Pelatihan Kerja;
d. memiliki struktur organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja; dan
e. memiliki sistem pemantauan dan peninjauan terhadap seluruh aspek penyelenggaraan Pelatihan Kerja.
Standar 8 Pengelolaan Keuangan
Standar 8 pengelolaan keuangan merupakan kriteria LPK untuk memiliki mekanisme pengelolaan keuangan yang akuntabel dalam menyelenggarakan Pelatihan Kerja.
Untuk memenuhi standar 8 pengelolaan keuangan, LPK harus memenuhi kriteria:
a. memiliki sumber pendanaan untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja;
b. memiliki kemampuan mengelola dana penyelenggaraan Pelatihan Kerja; dan
c. memiliki mekanisme penjaminan atas biaya yang telah dibayarkan oleh peserta Pelatihan Kerja.
Tata cara pemenuhan KMPI ditetapkan oleh Ketua LALPK.
Ketua LALPK menjatuhkan sanksi administratif kepada LPK berupa peringatan tertulis; dan/atau pencabutan Akreditasi.
Sanksi administratif diberikan dalam hal LPK tidak memenuhi standar KMPI. Penjatuhan sanksi administratif sebagaimana dimaksud diberikan secara berjenjang. Mekanisme penjatuhan sanksi administratif ditetapkan oleh Ketua LALPK.
Baca :
- Edaran BAN-S/M tentang Pelaksanaan Akreditasi Tahap 2 Tahun 2022 Unduh
- Permendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Penilaian Pendidikan Unduh
Lembaga AKreditasi Lembaga Pelatihan Kerja
1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
LALPK merupakan lembaga yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada Menteri. LALPK berkedudukan di ibu kota negara.
Tugas LALPK mempunyai sebagai berikut.
a. menyusun program Akreditasi;
b. mengembangkan sistem dan panduan mutu pelaksanaan Akreditasi;
c. melaksanakan Asesmen Akreditasi;
d. mengendalikan Akreditasi;
e. mengembangkan kerja sama internasional antarlembaga Akreditasi Pelatihan Kerja;
f. melaksanakan bimbingan teknis Akreditasi;
g. membentuk KALPK di setiap provinsi;
h. mengevaluasi pelaksanaan tugas KALPK;
i. menyusun standar kompetensi Asesor Akreditasi;
j. menetapkan Asesor Akreditasi;
k. melakukan evaluasi kinerja Asesor Akreditasi;
l. melakukan penilaian kepatuhan melalui mekanisme surveilans; dan
m. menjatuhkan sanksi administratif.
Di dalam melaksanakan tugas, LALPK harus berpedoman pada sistem Pelatihan Kerja nasional.
2. Keanggotaan
Keanggotaan LALPK berjumlah 11 (sebelas) orang, terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. wakil ketua merangkap anggota;
c. sekretaris merangkap anggota; dan
d. anggota sebanyak 8 (delapan) orang.
Keanggotaan LALPK terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Unsur pemerintah berjumlah 4 (empat) orang yang berasal dari Kementerian dan/atau kementerian teknis terkait.
Unsur masyarakat berjumlah 7 (tujuh) orang yang berasal dari asosiasi LPK, asosiasi pengusaha atau asosiasi industri, asosiasi profesi, dan/atau pakar di bidang Pelatihan Kerja.
Ketua berasal dari unsur masyarakat. Wakil Ketua berasal dari unsur masyarakat atau unsur pemerintah. Sekretaris dijabat oleh koordinator kelompok substansi perizinan dan Akreditasi lembaga pada direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan kelembagaan pelatihan vokasi.
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas LA LPK, maka dibentuk sekretariat LALPK.
Sekretariat LALPK sebagaimana berada di bawah direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan kelembagaan pelatihan vokasi. Sekretariat LALPK ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Komite Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja
1. Kedudukan dan Tugas
KALPK dibentuk oleh LALPK di setiap provinsi. Kedudukan KALPK berada di ibu kota provinsi. Tugas KALPK antara lain sebagai berikut.
a. menetapkan tim pelaksana Akreditasi;
b. melaksanakan bimbingan teknis Akreditasi;
c. membuat rencana pelaksanaan Akreditasi; dan
d. melaksanakan Asesmen Akreditasi.
2. Keanggotaan
Keanggotaan KALPK berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. sekretaris merangkap anggota; dan
c. anggota sebanyak 5 (lima) orang.
Keanggotaan KALPK terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Unsur pemerintah berjumlah 3 (tiga) orang yang berasal dari:
a. Dinas Daerah Provinsi; dan
b. Dinas Daerah Kabupaten/Kota dan/atau dinas teknis terkait tingkat provinsi.
Unsur masyarakat berjumlah 4 (empat) orang yang berasal dari asosiasi LPK, asosiasi pengusaha atau asosiasi industri, asosiasi profesi, dan/atau pakar di bidang Pelatihan Kerja. Sekretaris KALPK berasal dari unsur Dinas Daerah Provinsi.
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas KALPK maka dibentuk sekretariat KALPK.
Sekretariat KALPK sebagaimana dimaksud berada di Dinas Daerah Provinsi. Sekretariat KALPK ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Daerah Provinsi.
Persyaratan dan Seleksi Lembaga Akreditasi
Calon anggota lembaga Akreditasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. berkewarganegaraan Indonesia;
2. sehat jasmani dan rohani;
3. memiliki integritas yang tinggi;
4. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana;
5. memiliki pengalaman kerja di bidang Pelatihan Kerja paling singkat 5 (lima) tahun;
6. memiliki komitmen untuk mengembangkan Akreditasi LPK; dan
7. pada saat mendaftar berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun bagi calon anggota LALPK dan berusia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun bagi calon anggota KALPK.
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud terpenuhi, maka calon anggota LALPK dan KALPK
dapat mengikuti seleksi keanggotaan. Seleksi keanggotaan LALPK dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri. Seleksi keanggotaan KALPK dilakukan oleh kelompok kerja yang dibentuk oleh Kepala Dinas Daerah Provinsi.
Tata Cara Akreditasi
LALPK melakukan Akreditasi kepada LPK yang telah memperoleh perizinan berusaha atau tanda daftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LPK mengajukan permohonan Akreditasi kepada LALPK dengan melampirkan salinan perizinan berusaha atau tanda daftar dan dokumen Asesmen mandiri secara daring melalui sistem informasi ketenagakerjaan.
Dokumen Asesmen mandiri merupakan dokumen pemenuhan standar KMPI. LALPK melakukan penapisan permohonan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan Akreditasi disampaikan melalui sistem informasi ketenagakerjaan.
Proses Akreditasi dapat dilanjutkan Asesmen oleh LALPK dan KALPK dalam hal permohonan Akreditasi dinyatakan lengkap.
Di dalam hal permohonan Akreditasi dinyatakan belum lengkap, proses Akreditasi tidak dapat dilanjutkan. Asesmen oleh LALPK dilakukan terhadap:
1. LPK pemerintah pusat;
2. LPK swasta yang terdapat kepemilikan modal asing; dan
3. LPK yang domisilinya belum terbentuk KALPK.
Asesmen oleh KALPK dilakukan terhadap:
1. LPK pemerintah daerah;
2. LPK swasta; dan
3. LPK perusahaan.
LPK pemerintah pusat merupakan unit pelaksana teknis Pelatihan Kerja milik Kementerian atau kementerian/lembaga. Untuk LPK pemerintah daerah merupakan unit pelaksana teknis.
Pelatihan Kerja milik pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Di dalam hal KALPK tidak dapat melaksanakan Asesmen, KALPK dapat mengusulkan pelaksanaan Asesmen oleh LALPK.
Tata cara permohonan Akreditasi untuk penyelenggaraan Program Pelatihan Kerja berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara permohonan Akreditasi untuk penyelenggaraan Program Pelatihan Kerja lainnya.
Salinan Permenaker Nomor 5 Tahun 2022 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja selengkapnya dapat dibaca dan di unduh pada tautan berikut ini.
Demikian Permenaker Nomor 5 Tahun 2022 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja. Semoga bermanfaat.