Alasan Subagio Sastrowardoyo Menulis Sajak Dalam Proses Kreatifnya

Alasan Subagio Sastrowardoyo Menulis Sajak Dalam Proses Kreatifnya

paket-wisatabromo.com – Proses kreatif adalah proses menulis atau proses menuangkan gagasan dalam bahasa tulis. Maksud proses kreatif dalam pembahasan ini adalah proses kreatif menulis sastra.  Menulis sastra itu bisa menulis puisi, sajak, cerpen, novel, danlain-lainnya. Tentu setiap penulis sastra mempunyai alasan tertentu dalam menulis sebuah karyanya. Nah, pada artikel kali ini akan dikuak mengenai alasan Subagio Sastrowardoyo menulis sajak dalam proses kreatifnya. 

Tentunya Alasan Subagio Sastrowardoyo Menulis Sajak Dalam Proses Kreatifnya diharapkan dapat menambah wawasan sastra kita terutama para penulis sastra dan penikmat sastra.

Sudah diketahui bahwa bayi usia 0-6 bulan itu belum bisa berbicara. Semua pembicaraannya dilakukan dengan menangis. Tentu ada alasan tertentu mengapa dia menangis. Ada bayi menangis karena lapar dan haus. Ada juga bayi menangis karena gerah, pipis, BAB, dll. Ibarat bayi itulah, artikel ini akan mencari alasan Subagio Sastrowardoyo menulis sajak dalam proses kreatifnya. 

Alasan Subagio Sastrowardoyo Menulis Sajak Dalam Proses Kreatifnya

Proses kreatif itu merupakan proses menulis atau menuangkan ide atau gagasan ke dalam sebuah tulisan atau karangan. Di dalam proses kreatif, tentu ada hal yang melatarbelakangi tulisannya. Hal ini merupakan alasan seseorang menulis.

Pada Kesempatan kali ini, kita akan mempelajari alasan apa saja yang digunakan Subagio Sastrowardoyo dalam proses kreatifnya. Didalam buku Proses Kreatif karangan Pamusuk Eneste, editor yang diterbitkan PT Gramedia, Jakarta dijelaskan beberapa alasan Subagio Sastrowardoyo menulis sajak atau puisinya.

1. Tidak jual tampang

2. Angan-Angan

3. Itikad Baik

4. Kekusutan Pertimbangan Moral

5. Keriaan Jamak Manusia

Keriaan adalah pendorong seniman yang hendak menelanjangkan diri di muka publik yang tidak peduli dan acuh tak acuh.

6. Menciptakan nilai-nilai seni yang kekal

7. Hasrat akan kelanggengan:pangalaman, perasaan, pikiran, penginderaan

8. Menyatakan pengalaman estetik secara langsung

9. Terpukau pada nilai-niai keindahan yang kekal

10.  Kesepian, cinta jasmaniah, nasib yang tak menentu, keruwetan-keruwetan batin atau keadaan jiwa.

Berikut ini adalah puisi-puisi Subagyo Sastrowardoyo yang diciptakan karena alasan-alasan tertentu.
1. Alasan karena  Kesepian dan Cinta Jasmaniah
ADAM DI FIRDAUS

Tuhan telah meniupkan napasnya

ke dalam hidung dan paruku

Dan aku berdiri sebagi adam

di simpang sungai dua bertemu.

 

Aku telah mengaca diri

ke dalam air berkilau. Tiba aku terbangun

dari bayangku beku:

Aku ini mahluk perkasa dengan dada berbulu

 

Aku telanjangkan perut dan berteriak:

“Beri aku perempuan!” Dan suaraku

pecah pada tebing-tebing tak berhuni.

 

Dan malam Tuhan mematahkan

Tulang dari igaku kering dan menghembus

napas di bibir berembun. Dan

subuh aku habiskan sepiku pada tubuh bernapsu.

 

Ah, perempuan!

Sudah beratus kali kuhancurkan badanmu di ranjang

tetapi kesepian ini, kesepian ini datang berulang.

 

2. Alasan karena Kesepian

Kau harus memberi lagi

sebuah cermin dari kaca

di mana aku bisa melihat muka

 

atau bawa aku ke tepi kolam di kebun belakang

atau cukup matahari

yang mencajuthkan bayang hitamku di atas pasir

 

kau lantas berpaling dan bilang:

kita berdua di halaman

 

sungguh aku membutuhkan kawan

pada subuh hari

dan melalui kabut

menyambut tangan:

jangan takut!

atau suara

yang meyakinkan diri

aku tak sendiri

2. Alasan karena Cinta

DI ATAS RANJANG

Aku ingin muda

seperti buku terbuka

(yang tertinggal di meja

tak terbaca)

 

Telagaku yang lelah, amboi

tercurah

di pinggir pagi

 

Pada jerit terakhir

terbelah bumi

dan darahmu, darahku

mengembang

di kelopak musim semi

3. Alasan  karena Nasib tak menentu

Kalau aku kembali ke kamarmu-mencumbu

adalah karena aku rindu kepastian-kepastian.

Pernahkah kau merasakan keinginan

untuk menggosokkan tubuh ke bumi

dan menciumnya lagi dan lagi?

Sebab tinggal hanya pasir ini dan pohon

dan perempuan (yang diranjang menanti)

yang mengandung kepastian-kepastian

Keadaan jagat makin gawat:

kau dengar semalam geretak gugusan bintang

bertabrakan? Itu

adalah tanda permulaan kehancuran

Bukalah kamar dan

jangan aku tolak!

Aduh, dan beri aku kepastian-kepastian

4. Alasan karena Kengerian Menyaksikan Kegagalan
Di Ujung Ranjang

waktu tidur

tak ada yang menjamin

kau bisa bangun lagi

 

tidur

adalah persiapan

buat tidur lebih lelap

 

di ujung ranjang

menjaga bidadari

menyanyi nina-bobo

5. Alasan karena Kelanggengan itu Meniadakan Batas yang Nyata antara Hidup dan Mati

DAN KEMATIAN MAKIN AKRAB

(sebuah rekwim)

Di muka pintu masih

bergantung tanda kabung

seakan ia tak akan kembali

 

Memang ia tak kembali

tapi ada yang mereka tak

engerti-mengapa ia tinggal diam

waktu berpisah. Bahkan tak

ada kesan kesedihan

pada muka

dan di mata itu, yang terus

memandang, seakan mau bilang

dengan bangga:–Matiku muda–

Ada baiknya

mati muda dan mengikut

mereka yang gugur sebelum waktunya.

Di ujung musim yang mati dulu

bukan yang dirongrong penyakit

tua, melainkan dia

yang berdiri menentang angin

di atas bukit atau dekap pantai

dibawa badai mengancam nyawa.

Sebelum umur pahlawan ditanam

di kota

tempat anak-anak main

layang-layang. Di jamlarut

daun ketapang makin lebat berguguran

di luar rencana.

Dan kematian jadi akrab, seakan kawan

berkelakar

yang mengajak tertawa–itu bahasa

semesta  yang dimengerti

Berhadapan muka

seperti lewat kaca

bening

Masih dikenal raut muka,

bahkan kelihatan bekas luka

dekat kening

Ia menggapai tangan

di jari melekat cincin.

–Lihat, tak ada batas

antara kita. Aku masih

terikat pada dunia

karena janji karena kenangan

kematian hanya selaput

gagasan yang gampang disebrangi

Tak ada yang hilang dalam

perpisahan, semua

pulih,

juga angan-angan dan selera

keisengan–

Di ujung musim

dinding batas bertumbangan

dan

kematian makin akrab.

Sekali waktu bocah

cilik tak lagi

sedih karena layang-layangnya

robek atau hilang

–lihat, bu, aku tak menangis

sebab aku bisa terbang sendiri

dengan sayap

ke langit–

6. Alasan karena Sikap Menerima

PASRAH

Demi malam yang ramah

aku berjanji akan menyerah

kepada angin

yang menyisir tepi hari

 

Di pinggir lembah

aku akan diam terbaring

 

Yang membuat aku takut

hanya bulan di sela ranting

yang memperdalam hening

Baca: Teks Puisi Rakyat : Pantun, Syair, Gurindam yang Tepat

Demikianlah penjelasan Alasan Subagio Sastrowardoyo Menulis Sajak Dalam Proses Kreatifnya. Semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *