Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin
paket-wisatabromo.com-Apa kabar Kalian? Buat Kalian Kelas 10 SMA SMK, pelajaran bahasa Indonesia kali ini akan mengajak Kalian memahami Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin. Materi ini buat kalian yang masih SMA SMK Kelas 10. Ikuti, Ya!
Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin
Hikayat
Hikayat sebagai bagian dari cerita rakyat tentu tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Melalui kehidupan yang diangkat dalam cerita, hikayat menyajikan tak hanya hiburan, tetapi juga nilai-nilai kebaikan yang dapat diambil hikmahnya oleh pembaca.
Nilai-nilai tersebut dapat kita lihat dari pola tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap tokoh dalam cerita, baik yang dideskripsikan dalam cerita maupun yang dinarasikan dalam ucapan-ucapan tokoh.
Nilai Kehidupan dalam Hikayat
Adapun nilai kehidupan dalam hikayat, terdiri dari nilai budaya, pendidikan, religius, moral, dan nilai sosial.
1. Nilai budaya memuat konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebuah masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia.
2. Nilai pendidikan adalah nilai yang berkaitan dengan semangat atau kemauan seseorang untuk terus belajar secara sadar.
3. Nilai religius merupakan nilai yang mengikat manusia dengan Pencipta alam dan seisinya.
4. Nilai moral merupakan suatu penggambaran tentang nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan ajaran kebaikan tertentu yang bersifat praktis.
5. Nilai sosial berkaitan erat dengan hubungan individu dengan individu lainnya dalam satu kelompok.
Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin
Cermatilah pengalan Hikayat Si Miskin berikut ini!
Alkisah maka tersebutlah perkataan Markamah berjalan dua bersaudara itu, maka tuan putri Nila Kesuma itupun menangis hendak minum susu maka Markamah pun menangis seraya berkata, “diamlah adinda jangan menangis karena kita orang celaka dimanakah kita akan mendapat susu lagi kita sudah dibuangkan orang”.
Oleh karena itu, diberilah kepada adiknya ketupat itu sebelah, maka dimakannyalah, ia pun diamlah sampai tujuh hari tujuh malam ia berjalan itu.
Lalu ketupat yang tujuh biji itu habislah dimakan oleh tuan puteri Nila Kesuma itu. Diberikannya kepada adiknya pagi sebelah petang sebelah.
Setelah habis ketupat itu, maka tuan puteri Nila Kesuma itupun menagis pula hendak makan, maka diambillah oleh Markamah segala tarok kayu dan umbut-umbut dan buah-buahan kayu yang di dalam hutan yang patut dimakannya, maka diberikannya kepada saudaranya itu dan barang di mana ia bertemu dengan air maka dimandikannyalah akan saudaranya.
Syahdan beberapa lamanya ia berjalan itu, maka beberapa bertemu demgan gunung yang tinggi-tinggi dan padang yang luas-luas dan teluk yang berombak seperti laut tempat segala dewa-dewa dan peri mambang indera cendana jin.
Karena itu raja-raja jin disemalah tempat bermain lancang berlumba-lumba. Di sanalah banyak ia beroleh kesaktian diberi oleh segala anak raja-raja itu, diangkat saudara oleh mereka itu sekalian akan dia.
Dan beberapa ia bertemu dengan binatang yang buas-buas seperti ular naga buta raksasa sekaliannya mereka itu memberi kesaktian kepada Markamah.
Syahdan beberapa ia melihat kekayaan Allah Swt berbagai-bagai dan ajaib-ajaib, maka bertemulah ia dengan bukit berjintera tempat segala Raja-raja Dewa betapa itu, di sanalah tempatnya.
Adapun Markamah itu apabila ia bertemu dengan segala raja-raja itu, maka tuan puteri Nila Kesuma itupun disembunyikannyalah dan jikalau ia bertemu segala binatang yang buas-buas, maka didukungnyalah akan saudaranya itu tiada diberinya lepas daripada tubuhnya.
Hatta dengan demikian maka iapun sampailah sepohon kayu Beringin terlalu amat besar dan adalah air turun dari atas gunung itu, maka, di sanalah ia berhenti dan memandikan saudaranya.
Tiba-tiba melayanglah seekor burung dari atas kepalanya, maka tuan puteri Nila Kesuma pun menangis minta ditangkapkan burung yang terbang itu, maka Markamah pun melompat lalu disambarnya, burung itu dapat ditangkapnya lalu diberikannya kepada saudaranya.
Maka sukalah hati saudaranya sambil katanya “bakarlah kakanda burung ini, kita makan”, maka kata Markamah “sabarlah dahulu tuan”.
Selanjutnya, kedengaranlah bunyi ayam berkokok sayup-sayup karena hutan itu dekat dengan dusun orang-orang negeri Pelanggan Cahaya.
Kata Markamah kepada saudaranya itu, “tinggallah tuan disini dahulu, biarlah kakanda pergi mencari api akan membakar burung adinda itu”, maka sahut tuan puteri itu “baiklah kakanda, pergi jangan lama-lama kakanda pergi itu”.
Akhirnya, dipeluknya dan diciumnya akan saudaranya itu seraya katanya. “Janganlah tuanku berjalanjalan ke sana sini sepeninggalan kakanda ini, kalau-kalau tuan sesat kelak tiada bertemu kakanda lagi”. Maka sahutnya “tiada hamba pergi kakanda”.
Maka Markamah pun berjalanlah menuju bunyi ayam berkokok itu, tetapi hati Markamah itu tiada sedap, berdebar-debar rasanya.
Setelah sampailah ia kepada dusun orang itu, maka dilihatnya kebun orang dusun itu terlalu banyak jadi taman-taman seperti ubi keladi dan tebu, pisang, kacang, dan jagung.
Maka ia pun berjalan berkeliling pagarnya itu menanti orang yang empunya kebun itu, ia hendak meminta api.
Setelah dilihatnya oleh orang yang empunya kebun katanya “anak si pencuri, demikianlah sehari-hari perbuatan mu mencuri segala-gala tanamanku ini sehingga habislah jagung pisang ku tiada berketahuan.
Engkaulah yang mencuri, maka sekarang ini hendak kemana engkau melarikan nyawamu itu dari pada tanganku sekarang, sedanglah lama aku menantikan engkau tiada juga dapat barulah aku sekarang bertemu dengan engkau“ maka ia berkata-kata itu sambil berlari menangkap tangan Markamah itu.
Maka kata Markamah “tiada aku lari karena aku berdosa kepadamu bukan aku orang pencuri aku ini orang sesat, datang ku ini dari negeri asing hendak meminta api kepadamu.
Maka ditamparinyalah dan digucahnya akan Markamah itu seraya katanya “bohonglah engkau ini”, maka gemala yang digendong oleh Markamah yang diberi oleh bundanya itupun jatuh dari pinggangnya.
Setelah dilihatnya oleh orang dusun itu, maka diambilnyalah seraya katanya, “inilah gemalaku yang engkau curi, nyatalah engkau itu berbuat aniaya kepadaku”. Markamah terkenanglah akan saudaranya yang tinggal di dalam hutan seorang dirinya itu.
Katanya dalam hati, wahai adinda tuan betapa gerangan hak tuan sepeninggalan kakanda ini kelak, karena dianiaya oleh orang, matilah kakanda tiadabertemu dengan tuan lagi”.
Iapun menangis terlalu sangat, lalu rebahlah pingsan tiada kabarkan dirinya. Maka kata orang dusun itu’ “apa yang engkau tangiskan sebab salahmu itulah balasnya engkau makan jagungku”.
Dilihatnya tubuh Markamah itu habis bengkak-bengkak dan habis berlumuran dengan darah dan tiada tiadalah ia bergerak lagi.
Maka pada sangka orang dusun itu sudahlah mati rupanya, maka diikatnyalah dengan tali dari bahunya sampai kepala kakinya seperti mengikat lepat.
Demikianlah lakunya ia mengikat Markamah itu. Setelah sudah diikatnya, maka diberatinyalah dibawanya ketepi laut dibuangkannya ke dalam laut itu, maka iapun kembalilah ke rumahnya.
Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai budaya memuat konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebuah masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia.
a. Selanjutnya, kedengaranlah bunyi ayam berkokok sayup-sayup karena hutan itu dekat dengan dusun orang-orang negeri Pelanggan Cahaya. (Adanya ayam berkokok, menjadi budaya tandanya ada manusia. Kalau ada manusia, berarti ada api)
b. Hatta dengan demikian maka iapun sampailah sepohon kayu Beringin terlalu amat besar dan adalah air turun dari atas gunung itu, maka, di sanalah ia berhenti dan memandikan saudaranya (Adanya pengembangan budaya bersih)
2. Nilai pendidikan adalah nilai yang berkaitan dengan semangat atau kemauan seseorang untuk terus belajar secara sadar.
a. “diamlah adinda jangan menangis karena kita orang celaka dimanakah kita akan mendapat susu lagi kita sudah dibuangkan orang”. (adanya ajaran pendidikan untuk selalu bersabar)
b. Lalu ketupat yang tujuh biji itu habislah dimakan oleh tuan puteri Nila Kesuma itu. Diberikannya kepada adiknya pagi sebelah petang sebelah.(Adanya nilai pendidikan untuk berhemat)
3. Nilai religius merupakan nilai yang mengikat manusia dengan Pencipta alam dan seisinya.
a. Syahdan beberapa ia melihat kekayaan Allah Swt berbagai-bagai dan ajaib-ajaib, maka bertemulah ia dengan bukit berjintera tempat segala Raja-raja Dewa betapa itu, di sanalah tempatnya.(Markamah mengingat Allah YME dangan melihat ciptaannya).
4. Nilai moral merupakan suatu penggambaran tentang nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan ajaran kebaikan tertentu yang bersifat praktis.
a. Akhirnya, dipeluknya dan diciumnya akan saudaranya itu seraya katanya “janganlah tuanku berjalan-jalan ke sana sini sepeninggalan kakanda ini, kalau-kalau tuan sesat kelak tiada bertemu kakanda lagi”. Maka sahutnya “tiada hamba pergi kakanda”. (Adanya ajaran kebaikan yang terletak pada berpamitan dan berpesan sebelum bepergian)
b. Kata Markamah kepada saudaranya itu, “tinggallah tuan di sini dahulu, biarlah kakanda pergi mencari api akan membakar burung adinda itu”, maka sahut tuan puteri itu “baiklah kakanda, pergi jangan lama-lama kakanda pergi itu”. (Adanya ajaran kebaikan dengan berpesan kepada adiknya agar tidak kemana-mana selam kakaknya pergi mencari api untuk membakar burung).
c. Maka kata Markamah “tiada aku lari karena aku berdosa kepadamu bukan aku orang pencuri aku ini orang sesat, datangku ini dari negeri asing hendak meminta api kepadamu. (nilai kejujuran)
d. Markamah terkenanglah akan saudaranya yang tinggal di dalam hutan seorang dirinya itu. Katanya dalam hati, wahai adinda tuan betapa gerangan hak tuan sepeninggalan kakanda ini kelak, karena dianiaya oleh orang, matilah kakanda tiada bertemu dengan tuan lagi” (adanya ajaran kebaikan pada Markamah, meski akan meninggal masih menunjukkan kasih saying pada adiknya).
Selain adanya ajaran yang baik, di dalam hikayat tersebut terdapat ajaran ketidakbaikan, yaitu ajaran amoral yang tidak boleh ditiru.
Nilai amoral dalam hikayat ini terdiri atas: menuduh, main hakim sendiri, memukul, membunuh, membuang ke laut.
Hal ini terlihat dalam penggalan hikayat Si Miskin berikut ini.
Engkaulah yang mencuri, maka sekarang ini hendak kemana engkau melarikan nyawamu itu dari pada tanganku sekarang, sedanglah lama aku menantikan engkau tiada juga dapat barulah aku sekarang bertemu dengan engkau“ maka ia berkata-kata itu sambil berlari menangkap tangan Markamah itu.
Iapun menangis terlalu sangat, lalu rebahlah pingsan tiada kabarkan dirinya.
Maka kata orang dusun itu’ “apa yang engkau tangiskan sebab salahmu itulah balasnya engkau makan jagungku”.
Dilihatnya tubuh Markamah itu habis bengkak-bengkak dan habis berlumuran dengan darah dan tiada tiadalah ia bergerak lagi.
Maka pada sangka orang dusun itu sudahlah mati rupanya, maka diikatnyalah dengan tali dari bahunya sampai kepala kakinya seperti mengikat lepat.
Demikianlah lakunya ia mengikat Markamah itu. Setelah sudah diikatnya, maka diberatinyalah dibawanya ketepi laut dibuangkannya ke dalam laut itu, maka iapun kembalilah ke rumahnya.
5. Nilai sosial berkaitan erat dengan hubungan individu dengan individu lainnya dalam satu kelompok.
a. Adapun Markamah itu apabila ia bertemu dengan segala raja-raja itu, maka tuan puteri Nila Kesuma itupun disembunyikannyalah dan jikalau ia bertemu segala binatang yang buas-buas, maka didukungnyalah akan saudaranya itu tiada diberinya lepas daripada tubuhnya (adanya hubungan individu yang luar biasa antara kakak dengan adiknya).
Baca:
1. Ide dan Makna Kata dalam Hikayat: Sa-ijaan dan Ikan Todak-Unduh
2. Ide dan Makna Kata dalam Hikayat Si Miskin- Unduh
3. Perbedaan Hikayat dengan Cerpen- Unduh
4. Nilai Kehidupan dalam Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak-Unduh
5. Konjungtor dalam Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak-Unduh
6. Konjungtor dalam Hikayat Si Miskin-Unduh
Demikianlah pembahasan mengenai Nilai Kehidupan dalam Hikayat Si Miskin. Semoga bermanfaat.