Telaah Kebahasaan Teks Cerpen Berjudul Kisah di Kantor Pos
paket-wisatabromo.com – Kaidah Kebahasaan teks Cerita Pendek telah dibahas pada artikel sebelumnya.
Untuk kepentingan telaah kebahasaan teks cerpen, alangkah baiknya kita ingat kembali mengenai kebahasaan dalam teks cerpen secara umum.
Kaidah kebahasaan teks cerpen antara lain ragam bahasa sehari-hari, kosakata, majas atau gaya bahasa, dan kalimat deskriptif.
1. Ragam Bahasa sehari-hari
Bahasa sehari-hari adalah bahasa yang digunakan dalam percakapan dengan keluarga, dengan teman, dan lainnya.
Definisi bahasa sehari-hari menurut KBBI adalah bahasa percakapan. Bahasa sehari hari adalah bahasa yang biasa kita pakai bahasa sehari hari bukan bahasa baku tetapi bahasa komunikatif.
Dalam pemakaiannya, bahasa sehari-hari itu tidak perlu mematuhi kaidah bahasa baku. Kata-kata dan kalimat yang digunakan adalah kata dan kalimat yang santai. Namun, tujuan komunikasi tetap tersampaikan.
Kedua belah pihak dapat memahami maksud dari percakapan itulah bahasa sehari-hari. Pihak pertama adalah orang yang mengajak berbicara, pihak kedua adalah orang yang diajak berbicara.
2. Kosakata
Seorang penulis cerpen harus mempunyai banyak perbendaharaan kata. Pilihan kata atau diksi sangatlah penting karena menjadi tolak ukur kualitas cerpen yang dihasilkan.
Diksi menambah keserasian antara bahasa dan kosakata yang dipakai dengan pokok isi cerpen yang ingin disampaikan kepada pembaca.
3. Majas (Gaya Bahasa)
Peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya.
Majas disebut juga bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.
a. Majas perbandingan (metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis)
b. Majas pertentangan (hiperbola, litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks, antiklimaks).
c. Majas pertautan (metonimis, sinekdoke, alusio, eufemisme, ellipsis).
d. Majas perulangan (aliterasi, asonansi, antanaklasis, anafora, simploke).
4. Kalimat Deskriptif
Kalimat deskriptif adalah kalimat yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu.
Dalam cerpen, kalimat deskriptif digunakan untuk menggambarkan suasana, tempat, tokoh dalam cerita.
Telaah Kebahasaan Teks Cerpen Kisah di Kantor Pos
Kisah di Kantor Pos
Sekurang-kurangnya sepuluh atau lima belas orang, laki-laki dan perempuan, berdiri dalam satu deretan panjang, berbaris dari belakang dan berhenti di ujungnya di depan sebuah loket. (Menggunakan kata bilangan)
Baca:
- Macam-Macam Pusat Pengisahan dalam Cerpen yang Tepat
- Cara Penokohan yang Sering Digunakan dalam Cerpen
- Macam-Macam Gaya Bahasa dalam Cerpen dan Contohnya
- Perbedaan antara Cerpen dengan Novel yang Tepat
Di atas loket itu tergantung sebuah papan bertulis dengan huruf-huruf putih mungil. Mengambil uang poswesel bertanda C. Biasanya poswesel yang bertanda C berjumlah di bawah seribu rupiah. (Menggunakan istilah per-pos-an)
Yang berdiri paling depan dalam deretan itu, atau lebih tepat dikatakan bergayut pada kawat ranjang loket adalah seorang laki-laki berperawakan kurus kerempeng yang sekilas seperti karung goni kosong yang disampirkan ke jemuran. (Ragam bahasa sehari-hari menjelaskan seorag tokoh)
Kepala yang dibebani rambut kelabu dengan sewenang-wenang dan tak terurus itu seperti dipertahankan begitu saja di atas tubuh kurus sekecil itu. (manggunakan kata ulang)
Telaah kebahasaan teks cerpen
Dan yang lebih mengganggu ialah pakaian yang menempel di badannya, selain kelonggaran tampaknya sudah berminggu-minggu belum pernah diganti. (menggunakan kata ulang)
Tambah lama tambah panjang juga jadinya deretan itu karena orang-orang yang baru datang terus saja tegak menyambung. Tapi jendela loket itu belum juga terbuka. (menggunakan kata ulang)
Beberapa orang mulai bersungut-sungut dan malah sudah ada yang mengomel keras-keras karena sang Pegawai belum juga tampak batang hidungnya. Dan deretan memanjang hingga mengganggu lalu lalang ke loket lainnya. (menggunakan kata ulang).
Akhirnya, muncul juga pegawai yang ditunggu-tunggu. Seorang wanita separuh baya, berkaca mata, dalam gaun seragam lengkap dengan tanda pangkat kepegawaian yang terpampang di bahunya. (menggunakan kata ulang).
Beberapa helai uban tampak di antara rambutnya yang tersusun rapi. Setelah duduk di mejanya, sekejap ditatapnya deretan panjang di muka loket itu, seakan-akan hendak dihitungnya jumlah mereka. Sesaat itu sekaligus membalasnya dengan lontaran rasa jengkel yang tersekat. (majas perumpamaan).
“Ayo, lekas Bung!” kata si Pegawai kepada orang pertama serentak derak jendela loket dibukanya. Laki-laki kurus kecil itu tersentak dan buru-buru disodorkannya posweselnya ke loket. “Punya kartu pengenal?” Tanya si Pegawai. (Kalimat perintah, kata ulang, kalimat tanya).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Dari saku celananya laki-laki itu mengeluarkan kartu yang dimaksud dan sekali lagi menyodorkanya ke dalam loket. (menggunakan kata ulang).
Si Pegawai kini mencocokkan tanda tangan dalam poswesel itu dengan tanda tangan yang tertera pada kartu pengenal.(menggunakan kata sandang si-)
Lalu ia mulai membanding-bandingkan potret dalam kartu dengan muka laki-laki dihadapanya. (menggunakan kata ulang)
Lakunya itu terang tidak menyenangkan laki-laki kurus kecil itu, tetapi tentu dia tentu mengerti dalam hal ini ia tak bisa berbuat apa-apa. (Menggunakan kata ulang)
“Kedua tanda tangan ini agak berbeda satu sama lain. Dan potret ini, benarkah ini potret Saudara sendiri?” Tanya si Pegawai pada akhirnya. (Kalimat tanya).
“Mengapa? Itu potret saya dua tahun yang lalu…”(Kalimat tanya).
“Dua tahun? Mengapa begini jauh bedanya?”(Kalimat tanya).
Laki-laki itu memandang tajam kepada si Pegawai itu dan urat-urat di wajahnya meregang serempak. Tapi ia tetap membisu. (menggunakan kata ulang).
Telaah kebahasaan teks cerpen,
Apakah lantaran pandangan tajam itu, entahlah, si Pegawai itu kemudian berkatalah, ”Ya kali ini biarlah, tak mengapa. Sebaiknya Saudara ganti kartu pengenal dengan potret terbaru. (Kalimat saran).
Maklumlah, orang-orang sekarang rupanya lekas berubah jadi tua. Memang, sehari-hari zaman ini lebih serakah menghisap darah kita. Nah, berapa jumlah yang harus Saudara terima?” (kalimat tanya)
“Tiga ratus rupiah”. (Menggunakan kata bilangan).
Sambil menyerahkan uang dan kartu pengenal kepada laki-laki itu, si pegawai melanjutkan pula. “Coba lihat, dua tahun yang lalu, Saudara buat potret ini dan sekarang hampir tak bisa saya kenal lagi.” (Kalimat perintah).
Laki-laki itu menerima uang dan kartu pengenalnya kembali dan dengan diam-diam pergi dari situ. (menggunakan kata ulang).
Menyusullah kemudian orang kedua dalam deretan itu mendapat giliran dan begitu seterusnya, setiap orang maju satu demi satu, ke depan loket, menyodorkan poswesel masing-masing dan mendapatkan pelayanan, mereka pun pergi berlalu. ( Menggunakan kalimat naratif dan kata ulang)
Banyak sudah yang mendapatkan giliran, baru datang pun mengalir terus, tiada putus-putusnya. Detik-detik menggelinding bagai butiran-butiran kalung kosal bergerak bersama deretan panjang di muka itu. (menggunakan kata ulang dan majas perumpamaan).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Satu jam setelah berlalu dan si Pegawai terus sibuk di mejanya, ketika tiba-tiba muncul kembali laki-laki kurus kecil yang pertama yang telah dilayaninya tadi, di muka loket seraya berkata,” Maaf Nyonya, saya mengganggu lagi. Tidakkah…? (menggunakan kata ulang, dan kalimat tanya).
“ Nona”, sela si Pegawai ketus.
Seketika laki-laki itu diam dalam termangu, memandangi roman muka si pegawai wanita. Ada sedikit rasa mual naik membayangkan di wajahnya. (Majas Sarkasme)
”Maaf, Nona saya tidak tahu,” katanya kemudian. (Menggunakan Kalimat permohonan maaf).
“Ya, ya ada apa lagi?” desak si Pegawai. (Menggunakan Kalimat Tanya).
“Tadi agaknya telah terjadi kekeliruan ketika Nona membayarkan uang poswesel kepada saya, sebab…? (Menggunakan Kalimat informatif).
“Mana bisa keliru?” si Pegawai menyela dengan cepat. ) (menggunakan kalimat tanya)
“seharusnya saya terima tiga ratus rupiah, bukan? Kalau tak salah, sekian itu angka yang tertulis dalam poswesel saya.” (menggunakan kalimat saran).
Telaah kebahasaan teks cerpen,
“Coba saya lihat dulu. Saya masih ingat nomor poswesel Saudara. ”Si Pegawai lalu memeriksa salah satu jalur dalam daftar yang terkembang dihadapanya, kemudian katanya, ”Nah ini, wesel nomor satu empat tujuh dengan tanda huruf C. (Menggunakan kata sandang dan kalimat informatif).
Jumlah uang tiga ratus rupiah?” (menggunakan kalimat tanya).
“Tidak,” jawab laki-laki itu. “Nona tadi memberikan kepada saya bukan tiga lembar ratusan, tetapi empat lembar. (menggunakan kata ulang)
Jadi, empat ratus rupiah yang saya terima tadi”. (Menggunakan kalimat simpulan).
Ada semacam perasaan ganjil yang menggelitik di hatinya hingga hampir-hampir ia menjerit karenanya itulah pula sebabnya ia bisa membuka mulut sesaat lamanya. (Menggunakan kalimat sebab-akibat).
“Oh, kalau begitu, saya keliru. Benar-benar keliru,” kata si Pegawai akhirnya dengan kemalu-maluan. ”Maklum, banyak kerja. Lagi pula lembaran-lembaran uang itu masih baru benar hingga mudah saja lengket karenanya saya, sekarang?” ( menggunakan kata ulang dan kalimat tanya)
“Betul, saya akan mengembalikannya kepada Nyonya…? (menggunakan kalimat tanya)
“Nona,” sela si Pegawai cepat. (menggunakan kata ganti)
“Oh, maaf. (menggunakan kata seru).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Mulanya saya akan kembalikan kepada Nona seratus rupiah. (kata penghubungan berurutan).
Tapi ketika dari rumah saya bersepeda kemari, tak terduga-duga ban sepeda saya meletus di tengah jalan. (menggunakan kata ulang).
Terpaksa saya suruh orang menambalnya dan ongkosnya lima belas rupiah. (kalimat informatif).
Selain itu, saya mesti menitipkan sepeda saya dekat kantor ini dan di sana minta bayaran lima rupiah, sisanya adalah delapan puluh rupiah, itulah yang akan saya kembalikan kepada Nona. (Kalimat simpulan).
Delapan puluh rupiah!” Lalu disodorkan sejumlah uang yang telah disebutkanya itu di loket. (Kalimat seru).
Pegawai wanita itu menggeserkan kursinya ke belakang seolah-olah ia merasa cemas melihat hidung laki-laki kurus di hadapanya itu. Kacamatanya bergerak-gerak resah. (menggunakan majas perumpamaan dan kata ulang).
“Delapan puluh?” pekiknya. “Mengapa delapan puluh? Sungguh saya tak mengerti mengapa pula ban-ban sepeda yang meletus dihubung-hubungkan dengan soal ini? (Menggunakan kalimat tanya).
Oh, jangan berolok-olok. (menggunakan kata seru).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Saya tak mau tahu, apakah ban Saudara meletus dengan tiba-tiba atau meledak seperti bom hydrogen. (menggunakan kalimat tanya dan kata ulang).
Saya tidak mau tahu apakah Saudara menitipkan sepeda itu atau melemparkannya di jalanan. Bahkan, saya tidak tahu apakah Saudara memiliki sebuah sepeda. Dan saya tidak peduli semua itu. (Menggunakan Kalimat tanya dan informatif).
Yang saya tahu pasti adalah, Saudara telah mengaku di hadapan saya dan semua khalayak di muka loket ini bahwa Saudara telah menerima kelebihan uang kertas ratusan dari saya. (Menggunakan kalimat informatif).
Dan jumlah itulah yang harus saya terima kembali. Sesen pun tak boleh dikurangi. Ketahuilah, uang itu bukan uang saya, tapi milik Negara.” (menggunakan kalimat informatif).
Kata-kata si Pegawai itu memberondong cepat bagai peluru-peluru yang mendesing memerahkan telinga laki-laki kurus kecil itu. ( menggunakan kata ulang dan kata sandang si-).
Biji mata laki-laki itu melotot berputar-putar cepat seolah-olah hendak keluar dari kedua belah matanya. (menggunakan kata ulang).
“Tapi Nona harus mengerti juga,” ujarnya kemudian dengan suara menggeletar. “Kedatangan saya kembali ini bukanlah menjadi urusan saya. Tapi semata-mata adalah demi kepentingan Nona…” (menggunakan kalimat informati).
Telaah kebahasaan teks cerpen
“Sudah saya bilang tadi: itu saya tidak peduli! Jangan buang-buang waktu. (menggunakan kata ulang).
Ayo, cepat kembalikan uang itu!” (Kalimat perintah).
Huru-hara itu menyebabkan deretan panjang yang mengatur tadi jadi bubar dan berantakan. Sekarang semua orang menggerundel dekat loket itu. (Kalimat deskriptif)
Umumnya mereka sependapat bahwa peristiwa ini sesuatu yang menarik juga, meskipun acuh tak acuh dan sebagian lagi telah menyimpulkan penilaian-penilaian. (Menggunakan Kata ulang).
“Si Pegawai wanita itu memang cerewet!” (Menggunakan kata sandang).
Ini adalah pendapat sebagian dari mereka. “Si tua itu kepingin benar dipanggil nona! Benarkah ia masih nona? (Kata sandang dan kalimat tanya).
Itu bukan soal utama. Yang cukup jelas ialah si Tua itu dapat menghargai kejujuran yang begitu ikhlas. (Menggunakan kata sandang, kalimat tanya).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Si Tua seharusnya sudah puas menerima, misalnya, separuh dari jumlah yang telah dikeluarkannya tadi. Siapakah orang di zaman sekarang, yang sudi tersuruk-suruk datang kembali ke loket hanya buat menyerahkannya kembali uang yang sudah berada di tangan?” (menggunakan kata sandang, kalimat tanya).
“Laki-laki itulah sebenarnya yang tolol, kalau tak mau disebut gila!” Ini adalah pendapat setengahnya yang lain.” Apa gunanya ia datang terengah-engah buat mengembalikan rezeki mujur, yang telah diperolehnya dari si Tua itu? (menggunakan kata ulang, dan kalimat tanya)
Tidakkah lebih baik dibelanjakannya? Lebih-lebih di zaman uang seret, seperti Kini? Oh. Si Goblok yang tahu diri, biarlah dirasakannya sendiri akibat ketololannya!” (menggunakan kalimat tanya, kata seru).
Seorang laki-laki berbadan besar tegap laksana reruntuhan sebuah candi, yang baru saja mendapat gilirannya, akhirnya tak dapat menahan hati dan ikut pula menengahi. (menggunakan kata ulang).
Dia bertanya kepada laki-laki kurus itu. “Apakah yang sesungguhnya mendorong Saudara dari jauh datang kembali, untuk menyerahkan uang itu?” (Kalimat deskriptif dan kalimat tanya).
Laki-laki kurus itu berpikir sejenak mencari kata-kata yang patut untuk menjadikannya jawaban bagi pertanyaan yang datang tidak tersangka-sangka itu. (Kalimat deskriptif).
Katanya, ”Saya merasa uang itu bukan milik saya. Jadi, harus saya kembalikan kepada yang berhak.” (Kalimat informatif)
Barangkali disebabkan oleh susunan kalimatnya yang baru didengarnya itu, laki-laki tegap itu lalu tampak termangu. (Kalimat informatif).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Ia merasa dirinya berada dalam sebuah masjid mendengar fatwa yang bergaung kudus, atau ia serupa menemukan satu kalimat yang bagus dan mengesankan dari buku yang sedang dibaca. (Kalimat informatif).
“Saya sungguh-sungguh terharu, menyaksikan kejujuran Saudara. Jarang saya jumpa orang sejujur Saudara. Kejujuran seperti ini patut kita hargai!” (Kalimat perintah)
Tiba-tiba suaranya jadi sangat gembira, “Wajiblah kita hormati Saudara. Bahkan, layaklah bila Saudara kami dandani dengan baju kebenaran, lalu ramai-ramai kita iringkan menuju ke rumah Bapak Walikota. (kata ulang dan Kalimat informatif)
Tidaklah berlebih-lebihan kalau saya katakan, kesempatan seperti ini harus kita rayakan secara besar-besaran itu diiringi beramai-ramai ke rumah Bapak Walikota. (Kata ulang dan kalimat informatif)
“Nah sekarang masukan kembali ke kantong Saudara delapan puluh rupiah itu,” ujar laki-laki berbadan tegap itu pula. (Kalimat perintah).
“Seratus rupiah akan saya keluarkan dari kantung saya untuk mengembalikannya,” seraya berpaling kepada si Pegawai dalam loket dan meyodorkan selembar kertas ratusan. Ia pun berkata, “Terimalah kembali uang ini Nyonya…” (kata sandang)
“Nona !”cetus si Pegawai Wanita .
“Maaf, Nona manis.” Lalu kepada laki-laki kurus, “Sekarang sudah selesai. Mari kita sama-sama pergi.” (kata ulang).
Telaah kebahasaan teks cerpen
Mereka menguak kerumunan orang banyak yang mengelilinginya dan berdua melangkah meninggalkan tempat itu. (Kalimat informatif).
Semua mata sama-sama terpesona mengikuti mereka sampai hilang ke balik pintu besar ruangan itu. (Kalimat informatif)
Setiba mereka di tempat penitipan sepeda, laki-laki kurus itu berkata dengan hormat kepada kawan barunya itu, “Saya mengucapkan terima kasih, atas kemurahan Saudara…” ujar si Tegap. “Sebenarnaya uang tadi saya kembalikan itu bukan uang saya.”
Si Kurus belum juga mengerti. (Kata sandang)
“Seperti yang Saudara alami sebelumnya, begitulah si Nona manis itu telah memberi ekstra pula kepada saya, sejumlah seratus rupiah”. (Kalimat informatif).
Kini si Kurus sudah mengerti dan benar-benarlah sekujur tubuhnya menggigil menahan amarah. (kata sandang).
“Saya orang melarat,” katanya serak. “Dengan tanggungan keluarga besar. Tidak tahu saya, adakah besok mampu membeli beras buat mereka. Tapi, olok-olok Saudara itu tak dapat terima. Harus saya kembalikan uang ini kepadanya.” (Kalimat informatif).
Cepat si Kurus membalik. Terhuyung-huyung ia lari menuju pintu kantor pos dan menghilang di sana. Si Tegap berdiri, takjub. Tanya hatinya tak pernah menjawab,”Benarkah ada oring seaneh itu?’ (Kata sandang dan kalimat tanya).
Demikianlah pembahasan mengenai telaah kebahasaan teks cerpen berjudul kisah di kantor pos.