Bahasa dalam Surat Dinas Lengkap: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7
paket-wisatabromo.com-Semester 2 telah tiba. Saatnya kalian memasuki materi pelajaran Bahasa Indonesia bab 6. Materi pertemuan selanjutnya pada bab 6 ini adalah Bahasa dalam Surat Dinas secara lengkap. Materi ini merupakan Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurikulum Merdeka Bab 6 SMP MTS Kelas 7.
Bahasa dalam Surat Dinas
Berikut ini adalah penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang dikupas tuntas dan lengkap.
Surat pada dasarnya adalah alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, surat mempunyai bagian yang berisi pesan atau informasi.
Sehubungan dengan itu, agar pesan dalam surat itu komunikatif dan mudah dipahami, surat hendaknya ditulis dengan menggunakan bahasa yang efektif, baik, dan benar sesuai dengan kaidah komposisi atau karang-mengarang.
Kaidah bahasa dalam surat dinas itu meliputi ejaan, pungtuasi, penyusunan kalimat, pemaragrafan, dan gaya bahasa.
A. Ejaan dalam Surat Dinas
Untuk penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang pertama adalah berkaitan dengan ejaan.
Sehubungan dengan penulisan surat dinas, sejumlah aspek penggunaan ejaan yang perlu diperhatikan adalah berikut ini.
1. Penulisan huruf miring dan penulisan huruf kapital
2. Penulisan kata dasar, dan penulisan kata berimbuhan
3. Penulisan kata ulang
4. Penulisan gabungan kata
5. Penulisan kata majemuk
6. Penulisan kata ganti
7. Penulisan kata depan
8. Penulisan kata sandang dan partikel
9. Penulisan singkatan
10. Penulisan Akronim
11. Penulisan Unsur Serapan
12. Penulisan Kata Baku dan Tidak Baku
13. Penggunaan Bentuk Istilah dalam Surat Dinas
Berikut ini adalah penjelasan ketiga belas hal yang berkaitan dengan ejaan tersebut.
1. Penulisan Huruf Miring dan Penulisan Huruf Kapital,
a. Penulisan Huruf Miring
1). Huruf miring untuk menuliskan judul buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang dikutip di dalam teks.
2). Huruf miring untuk menuliskan huruf, kata, atau istilah yang dikhususkan/ditegaskan.
3). Huruf miring untuk menuliskan kata atau istilah asing, termasuk istilah ilmiah, dan kata atau istilah yang diambil dari bahasa daerah.
b. Penulisan Huruf Kapital
1). Huruf kapital seluruhnya digunakan untuk menuliskan judul utama, judul bab, judul kata pengantar, daftar isi, dan daftar pustaka.
2). Huruf kapital pada setiap awal kata digunakan untuk menuliskan judul-judul sub-bab, nama Tuhan, nama nabi, nama agama, nama kitab suci, nama diri, nama tahun, nama bulan, nama hari, nama gelar, nama jabatan, nama pangkat, nama sapaan, dan nama geografi.
2. Penulisan Kata Dasar dan Penulisan Kata Berimbuhan
a. Kata dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan, tidak dipisah-pisah. Misalnya, kata mereka tidak dituliskan sebagai me re ka, kata datang tidak dituliskan sebagai da tang, dll.
b. Kata berimbuhan
Penulisan Kata Berimbuhan (Berafiks) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: berbicara, potongan, didatangi, kehadiran, gelembung, gemetar, gerigi
3. Penulisan Kata Ulang
Penulisan Kata Ulang Penulisan kata ulang digunakan tanda hubung.
Perhatikan hal berikut.
a. Kata ulang penuh: Contoh: anak-anak, rumah-rumah, kesebelasankesebelasan
b. Kata ulang sebagian: Contoh: berlari-lari, mendorong-dorong
c. Kata ulang dengan penambahan imbuhan: Contoh: rumah-rumahan, mobil-mobilan
d. Kata ulang bervariasi bunyi: Contoh: bolak-balik, pontang-panting, compang-camping
e. Kata ulang semu (bentuk ulang) Contoh: ubur-ubur, laba-laba, kunang-kunang
4. Penulisan Gabungan Kata
Gabungan kata ditulis terpisah jika tidak berimbuhan atau hanya mendapatkan imbuhan awalah atau akhiran.
Contoh:bergaris bawah, tanda tangani Gabungan kata ditulis serangkai apabila mendapatkan awalan dan akhiran sekaligus, konfiks, atau salah satu unsurnya berupa unsur terikat.
Contoh: menggarisbawahi, penandatanganan, ketidakadilan tunawisma, pascasarjana, seniman, wartawan, subseksi, nonseksi, non-Amerika, non-Indonesia
5. Penulisan Kata Majemuk
Gabungan kata yang membentuk satu kesatuan makna, berstruktur tetap, dan tidak dapat disisipi bentuk lain di antaranya disebut kata majemuk.
Penulisan kata mejemuk ada beberapa variasi, yakni sebagai beikut.
a. Kata majemuk: penulisan unsurnya terpisah. Contoh: orang tua, simpang empat, persegi panjang, rumah sakit umum pusat
b. Kata majemuk: penulisannya dengan tanda hubung (jika dikhawatirkan salah pengertian)
Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya mesin-hitung tangan, buku sejarah-modern
c. Kata majemuk: penulisannya dirangkai Contoh: alhamdulillah, adakalanya, barangkali, kasatmata, kepada, kilometer, radioaktif, saptamarga, saripati, sukacita, sukarela, dll.
6. Penulisan Kata Ganti
Penulisan Kata Ganti ku, kau, mu, nya Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti, sedangkan kata mu, ku, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahului. Contoh: kumiliki, kaupinjam, bukumu, rumahnya
7. Penulisan Kata Depan
Penulisan Kata Depan di, ke, dari, pada Kata depan di, ke, dari, pada ditulis terpisah dari kata yang mengikuti, kecuali kata kepadadan daripadayang lazim ditulis serangkai sebagai kata majemuk.
Contoh: di rumah, ke tengah, dari kota, pada saya,ke mana, di mana, di seberang Berbeda dengan hal tersebut: Contoh: keluar x masuk,dikeluarkan, diketengahkan, kemarilah
8. Penulisan Kata Sandang dan Penulisan Partikel
a. Penulisan Kata Sandang si, sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: Dia akan menemui si Jambul. Hargailah sang Merah Putih!
b. Penulisan Partikel lah, kah, tah, pun, per
1). Partikel lah, kah, tah, ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, siapakah, apatah
2). Partikel pun Partikel pun digabung jika membentuk kata penghubung: Contoh: Walaupun hujan, ….
Biarpun jauh, ….
Meskipun begitu, ….
3). Partikel pun ditulis terpisah jika tidak membentuk kata penghubung:
Contoh: Kami pun berangkat; Duduk pun dia tidak sanggup.
9. Penulisan Singkatan
Singkatan adalah kependekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Perhatikan contoh berikut.
a. BPD be-pe-de, PT pe-te, KPU ka-pe-u
b. sdr. saudara, dll. dan lain-lain, dst. dan seterusnya
c. a.n. atas nama bukan a/n
d. u.p. untuk perhatian bukan u/p
e. s.d. sampai dengan bukan s/d
f. d.a. dengan alamat bukan d/a
10. Penulisan Akronim
Akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau gabungan huruf awal dan suku kata yang diulis dan dilafalkan seperti kata biasa. Perhatikan contoh berikut.
a. raker rapat kerja, tapol tahanan politik, taplus tabungan plus
b. FISE Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, SIM Surat Izin Mengemudi, IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
c. Depdinas Departemen Pendidikan Nasional, Kadin Kantor Dagang dan Industri, Kapolsek Kepala Polisi Sektor
11. Penulisan Unsur Serapan
Penulisan unsur serapan ada tiga cara, yakni penerjemahan, penyesuaian ejaan, dan penerjemahan sekaligus penyerapan.
a. Penerjemahan shophouse ruko (rumah toko) industrian estate kawasan industri balanced budget anggaran berimbang
b. Penyesuaian ejaan structure struktur energy energi standardization standardisasi
c. Penerjemahan dan penyerapan subdivision subdevisi inflation rate laju inflasi main clause klausa inti
12. Penulisan Kata Baku dan Tidak Baku
Kata baku: kata yang pengucapan dan penulisannya sesuai dengan kaidah yang telah dibakukan (EYD, Tata Bahasa Baku, KUBI).
Ciri Kata Baku tersaji berikut ini.
a. Tidak dipengaruhi bahasa daerah/dialek.
Baku Tidak Baku
saya gue
mengapa kenapa
bertemu ketemu
berkata bilang
b. Tidak dipengaruhi bahasa asing.
Baku Tidak Baku
kantor tempat … kantor dimana …
banyak guru banyak para guru
kesempatan lain lain kesempatan
program lembaga program daripada lembaga
c. Bukan merupakan bahasa percakapan
Baku Tidak Baku
dengan dia sama dia
memberi mengasih
tidak enggak
tetapi tapi
d. Pemakaian imbuhan secara nyata
Baku Tidak Baku
ia bekerja keras ia kerja keras
ia membawa buku ia bawa buku
e. Pemakaian sesuai dengan konteks kalimat
Baku Tidak Baku
disebabkan oleh disebabkan karena
lebih besar daripada lebih besar dari
f. Tidak terkontaminasi (tidak rancu)
Baku Tidak Baku
berkali-kali berulang kali
mencoba menyoba
mengajar siswa mengajar bahasa
memperlebar memperlebarkan
g. Tidak mengandung pleonasme
Baku Tidak Baku
para tamu para tamu-tamu
hadirin para hadirin
zaman dahulu zaman dahulu kala
naik naik ke atas
h. Tidak mengandung hiperkorek
Baku Tidak Baku
hipotesis hipotesa
ahli akhli
apotek apotik
konkret kongkrit
asas azaz
bus bis
favorit faforit
hierarki hirarki
subjek subyek
aktif aktip
13. Penggunaan Bentuk Istilah
Aspek penggunaan dan pembentukan istilah yang perlu diperhatikan dalam penulisan surat dinas adalah
a. sumber pembentukan istilah,
b. prosedur pembentukan istilah,
c. tata bahasa istilah,
d. makna istilah,
e. istilah singkatan dan lambang, dan
f. ejaan dalam peristilahan.
Pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia dapat bersumber dari tiga kemungkinan, yaitu kosakata umum bahasa Indonesia, kosakata bahasa serumpun, atau kosakata bahasa asing.
Kosakata umum bahasa Indonesia dapat dijadikan sumber atau bahan pembentukan istilah dengan memperhatikan persyaratan berikut (1975: 12).
Persyaratan
a. Kata yang paling tepat dan tidak menyimpang maknanya apabila ada dua kata atau lebih yang menunjukkan makna yang bersamaan.
b. Kata yang paling singkat jika ada dua kata atau lebih yang mempunyai rujukan yang sama.
c. Kata yang bernilai rasa (konotatif) baik dan yang sedap disengar (eufonik).
d. Kata umum yang diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asal.
Misalnya: gaya, garis bapak, suaka politik, titik sudut, pejabat teras, peka, jejari, tapak
Apabila di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang tepat dapat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, hendaknya dicari istilah dalam bahasa serumpun (yang memiliki makna sesuai). Misalnya: timbel (Jawa) — lead (Inggris) gambut (Banjar) — peat (Inggris) nyeri (Sunda) — pain (Inggris)
Demi keseragaman, istilah asing yang diutamakan adalah istilah dari bahasa Inggris yang pemakaiannya sudah internasional, yakni istilah yang dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya.
Penulisan istilah ini sedapat-dapatnya dilakukan dengan mengutamakan ejaannya dalam bahasa sumber, tanpa mengabaikan segi lafal. Perhatikan contoh berikut!
Bahasa Inggris Bahasa Indondesia
atom atom
electron elektron
logistics logistik
system sistem
fundamental fundamental
Untuk mendalami lebih lanjut masalah-masalah yang terkait dengan prosedur pembentukan istilah, tata bahasa istilah, makna istilah, istilah singkatan dan lambang, dan ejaan dalam peristilahan, silakan baca buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah (1975:12−41).
B. Penggunaan Pungtuasi dalam Surat Dinas
Untuk penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang kedua adalah berkaitan dengan pungstuasi atau tanda baca.
Aspek penggunaan pungtuasi yang perlu diperhatikan dalam penulisan surat dinas, antara lain
1. Penggunaan tanda titik,
2. Penggunaan tanda koma,
3. Penggunaan tanda titik koma,
4. Penggunaan tanda titik dua,
5. Penggunaan tanda hubung
6. Penggunaan tanda pisah,
7. Penggunaan tanda elips,
8. Penggunaan tanda tanya dan tanda seru,
9. Penggunaan tanda kurung kecil,
10. Penggunaan tanda petik dobel, dan
11. Penggunaan garis miring.
Berikut ini dijelaskan kesebelas aspek tersebut.
1. Penggunaan Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai di akhir kalimat berita. Di samping itu, dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau bab.
Contoh: II. 1. A. 1.1 B. 1.2 1. 1.2.1 2. 1.2.2 a. 2. b. 2.1
b. Tanda titik dipakai pula untuk memisahkan angka jam, menit, detik yang menunjukkan waktu.
Contoh: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik).
c. Penulisan waktu dengan angka ada dua cara berikut.
pukul 9.00 pagi pukul 09.30 pukul 12.00 siang pukul 11.30 pukul 8.00 malam pukul 22.00
d. Tanda titik dipakai juga untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipannya yang menunjukkan jumlah. Contoh: 24.200 orang, 11.000.000 orang
Tanda titik tidak dipakai dalam hal-hal berikut.
a. Pemisahan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah.
b. Penulisan akronim dan penulisan singkatan yang diambil huruf awalnya.
Contoh: MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) UUD (Undang-Undang Dasar)
Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) Sekjen (Sekretaris Jenderal) ormas (organisasi massa) tilang (bukti pelanggaran)
c. Penulisan singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang. Misalnya: Cu (Kuprum), cm (senti meter), l (liter), Rp 558,00 (lima ratus lima puluh delapan rupiah).
d. Penulisan judul karangan, judul tabel, judul gambar.
e. Penulisan alamat pengirim/penerima dan tanggal surat. Contoh: Jalan Sudirman 45 Yogyakarta 30 Januari 2016
2. Penggunaan Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam perincian atau pembilangan.
Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Pengiriman surat biasa, surat kilat, atau surat kilat khusus memerlukan prangko.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan antara klausa dalam kalimat setara yang didahului kata tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
Contoh: Ini bukan buku saya, melainkan buku teman saya. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat.
Contoh: Kalau ada undangan, saya akan datang.
c. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubungan antarkalimat yang berada di awal kalimat, seperti oleh karena itu, dengan demikian, jadi, meskipun begitu.
Contoh: Anak itu rajin dan pandai. Oleh sebab itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
d. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh atau kata-kata sapaan, seperti Bu, Dik, Mas.
Contoh: Wah, bukan main! Mas, kapan pulang? Mengapa kamu diam saja, Dik?
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain.
Contoh: Kata Ibu, ―Saya gembira sekali.
f. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagianbagian alamat, tempat dan tanggal, nama tempat dan wilayah yang ditulis berurutan.
Contoh: Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indondesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat Surabaya, 30 Juni 2011
g. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibaliksusunannya dalam daftar pustaka.
Contoh: Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
h. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
i. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik.
Contoh: Ny. Siti Aminah, S.E., M.M.
j. Tanda koma dipakai di depan angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang ditulis dengan angka. Contoh: 27,3 kg, Rp7.500,00
k. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan.
Contoh: Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
l. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca.
Contoh: Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara.
3. Penggunaan Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan antara klausa dalam kalimat majemuk setara.
Contoh: Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis makalah di ruang kerjanya; saya sendiri asyik memetik gitar.
b. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa kelompok kata, sebelum perincian terakhir tidak digunakan kata dan.
Contoh: Syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
(1) berkewarganegaraan Indonesia; (2) berbadan sehat; (3) berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya; (4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
c.Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian pada kalimat majemuk setara apabila pada setiap bagian itu dipisahkan oleh tanda baca atau kata hubung.
Contoh: Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
4. Penggunan Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Contoh: Jurusan sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
b. Tanda titik dua dipakai setelah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Contoh: Tempat : Ruang Sidang Utama Pembawa Acara : Sukoco S.
Hari, tanggal : Kamis, 30 Juni 2011 Waktu : 09.00—10.30
c. Tanda titik dua dipakai di antara jilid/nomor dan halaman, bab dan ayat dalam kitab suci, judul dan anak judul sebuah karangan, nama kota dan penerbit buku acuan.
Contoh: Horison, XIII, No. 8/2008: 10 Surah Yasin: 9 Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa.
5. Penggunaan Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung dipakai untuk menghubungkan suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris. Contoh: ca-ra, da-tang, tam-pak, meng-ukur, per-tahan-an, pingit-an.
b. Tanda hubung dipakai untuk menghubungkan unsur-unsur kata ulang. Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
c. Tanda hubung dipakai untuk menghubungkan bagianbagian tanggal, bulan, tahun dan mengubungkan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Contoh: 30-6-2011; p-a-n-i-t-i-a
d. Tanda hubung dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata dan memperjelas penghilangan bagian kelompok kata. Contoh: ber-evolusi, dua-puluh ribuan (20 x 1.000), dua-puluh-ribuah (1 x 20.000)
6. Penggunaan Tanda Pisah (─)
a. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan penjelasan di luar bangun utama kalimat.
Contoh: Kemerdekaan itu —hak segala bangsa— harus dipertahankan.
b. Tanda pisah digunakan untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan lain sehingga kalimat lebih jelas. Contoh: Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia─amanat Sumpah Pemuda─harus terus ditingkatkan.
c. Tanda pisah digunakan di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti ‗sampai dengan‘ atau ‗sampai ke‘. Contoh: Tahun 1940─1945 Tanggal 5─10 Juni 2011 Bandung─Jakarta
7. Penggunan Tanda Tanya (?), Tanda Seru ( ! ), dan Tanda Elipsis ( … )
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Kapan dia menulis surat dinas?
b. Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan/pernyataan yang berupa seruan atau perintah. Contoh: Merdeka! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Alangkah menariknya bahasa surat Anda!
c. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Contoh: Kalau begitu …, marilah kita laksanakan.
d. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam kalimat ada bagian yang dihilangkan.
Contoh: Pengetahuan dan pengalaman kita … masih sangat terbatas. Sebab-sebab kemerosotan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah ….
8. Penggunaan Tanda Petik Dobel (“ “)
a. Tanda petik dobel digunakan untuk mengapit petikan langsung.
Contoh: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, ―Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. ―Saya belum siap, kata dia, ―tunggu sebentar!
b. Tanda petik dobel digunakan untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Contoh: Sajak ―Pahlawanku terdapat dalam halaman 5 buku itu. Saya sedang membaca ―Peningkatan Hidup Petani di Pedesaan dalam buku Pembangunan Ekonomi Masyarakat Madani.
c. Tanda petik dobel dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang bermakna khusus. Contoh: Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama ―cutbrai.
d. Tanda petik dobel digunakan sebagai pengganti idem atau sda (sama dengan atas). Contoh: zaman bukan jaman bus bukan bis
e. Tanda petik dobel digunakan untuk mengapit petikan langsung. Contoh: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, ―Bahasa negara adalah bahasa Indonesia. ―Saya belum menulis alamat, kata dia, ―tunggu sebentar!
9. Penggunaan Tanda Kurung Kecil (( ))
a. Tanda kurung kecil dipakai untuk mengapit tambahan keterangan/penjelasan. Contoh: Anak itu tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Dia akan mencari kartu tanda penduduk (KTP).
b. Tanda kurung kecil dipakai untuk mengapit penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Contoh: Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
c. Tanda kurung kecil dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya dalam teks dapat dihilangkan. Contoh: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
d. Tanda kurung kecil dipakai untuk msngapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Contoh: Pendaftar baru harus melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan (3) surat keterangan kesehatan.
10. Penggunaan Tanda Garis Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun ajaran. Contoh: No. 10/PK/2011, Jalan Kramat III/15, tahun ajaran 2010/2011
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.
Contoh: lewat darat/laut ‗lewat darat atau lewat laut‘ harganya Rp1.500,00/lembar ‗harganya Rp1.500,00 setiap lembar‘ tindakan penipuan dan/atau penganiayaan ‗tindakan penipuan dan penganiayaan, tindakan penipuan atau penganiayaan‘
11. Penggunaan Tanda Penyingkat/Apostrof (‘ )
Tanda apostrof dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau angka tahun. Contoh: Dia ‗kan sudah kusurati. (‗kan: bukan) Yogyakarta , 20 Januari ‗16 (‗16: 2016).
C. Kalimat dalam Surat Dinas
Untuk penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang ketiga adalah berkaitan dengan penulisan kalimat dalam surat dinas.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kalimat pada surat dinas, yakni kalimat harus benar, baik, dan tepat.
1. Kalimat yang Benar
Maksud kalimat yang benar adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah tatabahasa, baik yang terkait dengan struktur kalimat, struktur kata, maupun intonasi kalimat.
2. Kalimat yang Baik
Sedangkan, kalimat yang baik adalah kalimat yang penggunaannya sesuai dengan konteks dan/atau situasi yang ada.
3. Kalimat yang Tepat
Selanjutnya, kalimat yang tepat ialah kalimat yang dibangun dari pilihan kata yang tepat, kaidah tatabahasa yang benar, dan digunakan dalam konteks dan atau situasi yang sesuai.
Ketiga hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya sebuah kalimat efektif. Namun, dalam sebuah kalimat efektif harus tercermin bahwa ide yang diterima oleh lawan komunikasi sama dengan apa yang diinginkan oleh pembicara atau penulis.
Dengan demikian, kalimat efektif merupakan kalimat yang benar, baik, dan tepat, yang dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar sesuai dengan maksud pembicara atau penulis.
Ciri kalimat efektif, antara lain sebagai berikut.
1. Kesepadanan antara bentuk dan isi
2. Kelengkapan unsur pembentuknya
3. Ketepatan pemilihan kata dan bentuk kata
4. Keefisienan penggunaan kata (tidak mubazir) (5) Kevariasian penggunaan bentuk kalimat
Struktur kalimat efektif
Struktur kalimat efektif dapat berbetuk kalimat tunggal (sederhana) atau kalimat mejemuk (kompleks).
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal merupakan kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa. Sedangkan kalimat menjemuk merupakan kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Klausa merupakan struktur sintaktis yang minimal mengandung unsur subjek (S) dan predikat (P).
Tipe kalimat tunggal
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa tipe kalimat tunggal, antara lain sebagai berikut.
a. SP : Orang itu sedang berjalan.
b. SPO : Pejabat negara menggunakan mobil baru.
c. SPPel : Beliau menjadi Skretaris Kabinet.
d. SPK : Kecelakaan itu terjadi di Jalan Tol Ciawi.
e. SPOPel : Sugianto membuatkan temannya surat lamaran kerja.
f. SPOKlK : Mereka akan berbelanja alat kantor di toko.
g. SPOPelK : Pak Sony membelikan anaknya sebuah jam tangan di toko.
2. Kalimat Majemuk
Selain dapat diungkapkan dalam bentuk kalimat tunggal, ide dapat pula dikemukakan dalam bentuk kalimat majemuk.
Jenis Kalimat Majemuk
Jenis Kalimat mejemuk dapat berupa kalimat mejemuk setara dan kalimat mejemuk bertingkat.
Makna hubungan antara klausa dalam kalimat majemuk setara dapat menyatakan penjumlahan (dan, dan … juga, serta), pemilihan (atau), pertentangan (tetapi, tapi), perturutan (lalu, kemudian).
Sementara itu, makna hubungan antara klausa dalam kalimat mejemuk bertingkat dapat menyatakan hubungan waktu (ketika, tatkala, saat), hubungan sebab (sebab, karena), hubungan akibat (maka), hubungan syarat (jika, kalau, jikalau, apabila), hubungan kegunaan (untuk), hubungan tak bersyarat (meski, meskipun, walaupun, kendatipun), dan lain-lain.
Pengungkapan ide dalam surat dinas biasanya tidak cukup hanya dengan satu kalimat, tetapi beberapa kalimat.
Jika ide diungkapkan dalam beberapa kalimat, antara kalimat harus membentuk kesatuan bentuk (kohesi) dan kepaduan makna (koherensi).
Salah satu cara untuk membangun kesatuan bentuk dan kepaduan makna antara kalimat dalam pengungkapan ide adalah dengan menggunakan ungkapan penghubung antarkalimat.
Ungkapan penghubungan antarkalimat berposisi pada awal kalimat kedua atau pada awal kalimat ketiga dan seterusnya, sesuai dengan keperluan.
Setelah ungkapan penghubung antarkalimat selalu disertai tanda koma. Berbagai bentuk ungkapan penghubungan antarkalimat dapat diberikan contoh sebagai berikut.
1. Oleh karena itu, …. (hubungan sebab-akibat)
2. Jadi, …. (hubungan simpulan)
3. Namun, …. (hubungan pertentangan)
4. Lagi pula, …. (hubungan penegasan)
5. Sebaliknya, …. (hubungan kebalikan)
6. Meskipun demikian, …. (hubungan tak bersyarat) dan sebagainya.
D. Penggunaan Paragraf dalam Surat Dinas
Untuk penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang keempat adalah berkaitan dengan penggunaan paragraf.
Dalam KBBI daring dijelaskan, paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru). Sebutan lain untuk paragraf adalah alinea.
Untuk paragraf dalam surat dinas diharapkan adalah paragraf yang baik. Biasanya, paragraf dalam surat dinas itu ada tiga. Ketiga paragraf itu antara lain: paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup.
Sebuah paragraf yang lengkap biasanya terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut ada yang berperan sebagai kalimat utama dan ada yang berperan sebagai kalimat penjelas. Kalimat utama berisi ide/pikiran/gagasan pokok, sedangkan kalimat penjelas berisi uraian atau perincian pikiran pokok.
Di samping itu, seringkali dalam sebuah paragraf terkandung pula kalimat penegas dan kata/frasa transisi.
Kalimat penegas merupakan kalimat yang berisi penegasan ide pokok pada kalimat utama, sedangkan kata/frasa transisi berperan untuk menjalin pertalian antara kalimat atau bahkan antara paragraf.
Kata/frasa transisi inilah yang akan mendukung terwujudnya sebuah paragraf yang kohesif (kesatuan) dan koherensif (kepaduan/keruntutan).
Dalam surat dinas pada umumnya terdapat tiga bagian pokok, yakni paragraf pembuka, paragraf penghubung/ pengembang, dan paragraf penutup atau simpulan.
1. Paragraf pembuka
Paragraf pembuka berfungsi sebagai pengantar untuk menuju masalah yang akan diuraikan. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik perhatian, minat, dan sanggup mengarahkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diungkapkan oleh penulis.
Contoh
… Dengan hormat, Kami telah menerima pesanan secara kredit beberapa partai barang hasil kerajinan dari Toko Indah, Jalan Purwokerto 100, Cirebon. Sebagai referensi, Toko Indah menunjuk Bapak yang telah lama bekerja sama.
2. Paragraf penghubung
Paragraf pengubung atau pengembang berfungsi untuk mengungkapkan inti persoalan yang dipikirkan oleh penulis.
Oleh sebab itu, dalam sebuah tulisan surat dinas yang lengkap, inti persoalannya dituangkan ke dalam beberapa paragraf penghubung/ pengembang.
Paragraf-paragraf penghubung tersebut harus saling berkait secara logis agar terbentuk kesatuan dan kepaduan tulisan.
Contoh
Dalam hal ini, kami memohon kesediaan Bapak untuk menjelaskan kemampuan dan kejujuran dalam pembayaran utangutangnya. Perlu kami sebutkan bahwa jumlah pesanannya seharga Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dengan jangka waktu pembayaran sebulan setelah tanggal penyerahan.
3. Paragraf penutup
Fungsi paragraf penutup adalah untuk mengakhiri sebuah tulisan. Paragraf ini biasanya berisi simpulan dari paragrafparagraf penghubung atau dapat pula berisi penegasan hal-hal penting yang dikemukakan pada paragraf penghubung.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa paragraf penutup tidak boleh terlalu panjang dan seorang penulis harus selalu menjaga keseimbangan perbandingan antara paragraf pembuka, paragraf penghubung, dan paragraf penutup.
Contoh
Keterangan Bapak sangat kami harapkan dan sudah barang tentu akan kami rahasiakan demi menjaga hubungan Bapak dengan seluruh relasi. ….
E. Gaya Bahasa dalam Surat Dinas
Penjelasan mengenai bahasa dalam surat dinas yang kelima adalah berkaitan dengangaya bahasa dalam surat dinas.
Dalam KBBI Daring dijelaskan gaya bahasa secra linguistik adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis atau lagak bahasa. Selain itu, gaya bahasa adalah penggunaan ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.
Dijelaskan pula, gaya bahasa adalah keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Dapat juga dijelaskan, gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.
Gaya bahasa merupakan cara yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran dan perasaan ke dalam sebuah karangan atau tulisan, dalam hal ini surat dinas (Bratawidjaja, 1995: 40).
Jenis gaya bahasa
Dalam bahasa Indonesia dapat dikenal berbagai gaya bahasa untuk menulis surat (dinas), antara lain sebagai berikut.
1. Eufemisme
yakni pengungkapan pikiran secara lembut atau secara halus. Misalnya: Ia tergolong anak kurang beruntung. ‗miskin‘
2. Pleonasme
yakni pengungkapan pikiran dengan bentuk pernyataan yang bermaksud menegaskan. Misalnya: Doni melihat dengan mata kepala sendiri. ‗melihat secara langsung‘
3. Paralelisme
yaitu pengungkapan pikiran dengan menyatakan sesuatu secara berulang maknanya. Misalnya. Gerobolan itu telah mati binasa.
4. Sinekdok
yaitu pengungkapan pikiran secara keseluruhan dengan menyebut sebagian saja. Misalnya: Ia sedang membaca Bobo. Artinya, ia sedang membaca majalah anak yang bernama Bobo.
5. Tautologi
yakni pengungkapan pikiran dengan pengulangan kata yang seharusnya tidak perlu karena maknanya sama. Misalnya: Kehadiran orang itu benar-benar tidak diharapkan dan tidak diinginkan.
6. Hiperbola
yakni pengungkapan pikiran dengan pernyataan yang melebih-lebikhkan sesuatu. Misalnya: Kesombongan anak itu setinggi langit. Artinya, sangat tinggi.
7. Metafora
adalah pengungkapan pikiran atau perasaan dengan melukiskan atau membandingkan secara langsung. Misalnya: Mereka itu tak ubahnya seperti sampah masyarakat. (Yang dimaksud adalah para koruptor).
8. Personifikasi
Ialahpengungkapan pikiran atau perasaan dengan cara melukiskan suatu benda seolah-olah hidup seperti bernyawa. Misalnya: Mereka menyaksikan daun nyiur di sepanjang pantai melambai-lambai.
Selain kedelapan jenis gaya bahasa tersebut, masih terdapat jenis gaya bahasa lain yang berpotensi digunakan, tetapi pemakai harus mempertimbangkan ketepatan dan kesantunannya.
Jenis Gaya Bahasa Lain
Jenis Gaya bahasa yang dimaksud tersebut, antara lain sinisme, sarkasme, paradoks, ironi, antitese, alegori, repetisi, asindeton, polisindeton, litotes, retorik, klimakas, antiklimaks, simbolik, dan sebagainya (Bratawidjaja, 1995: 40).
1. Sinisme
Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
2. Paradoks
Gaya paradoks menghadirkan unsur pertentangan secara eksplisit dalam sebuah penulisan. Jadi, dalam sebuah tulisan yang dikemukakan terdapat unsur yang secara eksplisit terlihat bertentangan.
Namun, itu hanyalah sebuah strategi untuk menegaskan, menekankan, atau mengintensifkan sesuatu yang dituturkan, sedangkan sesuatu yang sesungguhnya dimaksudkan tidak berada dalam pertentangan itu. Contohnya, “Ia merasa amat kesepian di tengah berjubelnya manusia metropolitan”.
3. Ironi dan sarkasme
Gaya ironi dan sarkasme adalah gaya yang menampilkan penuturan yang bermakna kontras. Kedua gaya ini menampilkan tulisan yang maksudnya harus dicari dalam makna kontrasnya dengan apa yang dituturkannya.
Kedua gaya ini digunakan untuk menampilkan sesuatu yang bersifat ironis, misalnya untuk menyindir, mengkritik, mengecam, atau sejenisnya.
Intensitas menyindir itu ada tingkatannya. Jika sindiran itu rendah, gaya yang dipakai yaitu ironi, sedang sindiran tajam biasanya memakai gaya sarkasme.
Contoh ironi yaitu, “Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!”. Kemudian contoh sarkasme adalah, “Kelakuanmu memuakkan saya!”
4. Antitesis
Antitesis memiliki kemiripan atau mengandung unsur paralelisme, tetapi gagasan-gagasan atau sesuatu yang ingin disampaikan justru bertentangan. Gagasan atau makna yang bertentangan itu dapat diwujudkan ke dalam kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Misalnya: “Kita sudah kehilangan banyak kesempatan, harga diri, dan air mata, namun dari situlah kita akan memperoleh pelajaran yang berharga”.
5. Alegori
Alegori merupakan sebuah cerita kiasan yang maknanya tersembunyi pada makna literal. Biasanya alegori menggunakan perbandingan dengan alam secara utuh (Ratna, 2009: 444).
Jadi, ada dua makna yang dikandung dalam sebuah teks alegoris, yaitu makna literal, makna yang secara langsung ditunjuk pada teks, dan makna yang sebenarnya dimaksudkan, makna yang tersembunyi yang perlu ditafsirkan.
6. Repetisi
Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. Contoh: Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke sini.
7. Asindeton
Adalah Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
8. Polisindeton
Adalah Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
9. Litotes
Litotes adalah ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
10. Retoris
Adalah gaya yang berupa pertanyaan retoris menekankan pengungkapan tentang gagasan atau sesuatu yang menampilkan semacam pertanyaan yang tidak membutuhkan sebuah jawaban.
Pertanyaan retoris banyak digunakan dalam bahasa lisan seperti dalam pidato dan kampanye. Contohnya: “Kita jangan terlalu terlena dengan segala macam kegagalan dan kesedihan yang tidak berguna itu.
Kita harus segera bangkit dan sekaligus berpasrah diri kepada yang Maha Memberi. Bukankah kesedihan dan kesenangan itu semuanya berasal dari Allah?”
11. Klimaks dan antiklimaks
Klimaks dan antiklimaks dimaksudkan untuk mengungkapkan dan menekankan gagasan atau sesuatu yang lain dengan cara menampilkannya secara berurutan.
Pada gaya klimaks, urutan penyampaian itu menunjukkan semakin meningkatnya intensitas pentingnya gagasan itu, sedang pada antiklimaks bersifat sebaliknya, yaitu semakin mengendur.
12. Simbolik
Sehubungan dengan penggunaan gaya bahasa dalam penulisan surat dinas, masalah yang perlu diperhatikan oleh penulis surat dinas adalah menggunakan gaya bahasa secara tepat dan digunakan hanya memang benar-benar diperlukan.
Misalnya, gaya bahasa eufemisme dapat digunakan asal tidak terlalu mencolok, sedangkan gaya bahasa repetisi hendaknya dihindari agar tidak membosankan.
Oleh sebab itu, agar tidak membosankan, penulis dapat menggunakan sinonim kata. Gaya bahasa yang dirangkai dalam kalimat, sebaiknya tetap dijaga ketepatan struktur kalimatnya dan kepaduannya dalam kalimat.
Baca:
1. Menganalisis Isi Surat Pribadi Beserta Tujuannya: Bahan Ajar Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
2. Bahasa Surat Pribadi dan Bentuknya: Bahan Ajar Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
3. Menganalisis Isi Surat Resmi Beserta Tujuannya: Bahan Ajar Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
4. Jenis-Jenis Surat Pribadi: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
5. Pronomina dalam Surat: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
6. Bagian-Bagian Surat Pribadi: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
7. Menulis Surat Pribadi: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
8. Jenis Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
9. Ejaan dalam Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
10. Istilah dalam Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
11. Pungtuasi dalam Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
12. Kalimat dalam Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
13. Paragraf dalam Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
14. Gaya Bahasa Surat Dinas: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
15. Gaya Bahasa Lain dalam Surat: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
16. Membandingkan Surat: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
17. Perbedaan Surat Dinas dengan Surat Resmi: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
18. Contoh Surat Dinas dan Surat Resmi: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7-Unduh
Demikianlah pembahasan mengenai Bahasa dalam Surat Dinas Lengkap: Bahan Ajar Bahasa Indonesia Kurmer Bab 6 SMP MTS Kelas 7. Semoga bermanfaat.